KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Sebagai Tersangka Korupsi 16 Proyek Peningkatan Jalan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) sebagai tersangka.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) sebagai tersangka.
Ahmad Yani dijerat KPK dalam kasus dugaan suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Dalam perkara ini AYN kami jerat sebagai penerima suap," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2019).
Baca: Bupati Muara Enim Kepala Daerah ke-43 yang Kena OTT KPK, Ternyata Pernah Ikrar Antikorupsi
Baca: Istana: 10 Nama Calon Pimpinan KPK Sudah Final, Tinggal Diserahkan Kepada DPR
Selain Ahmad Yani, KPK menetapkan dua tersangka lainnya. Yakni sebagai penerima suap lainnya, Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).
Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menjerat pemilik PT Enra Sari bernama Robi Okta Fahlefi (ROF).
Untuk konstruksi perkaranya, Basaria menjelaskan, pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment
fee sebesar 10% sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
"Diduga terdapat permintaan dari AYN selaku Bupati Muara Enim dengan para calon
pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim," jelas Basaria.
Lanjut Basaria, Ahmad Yani juga diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Selanjutnya, Robi Okta Fahlefi yang merupakan pemilik PT Enra Sari, perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan commitment fee 10% dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
"Pada tanggal 31 agustus 2019 EM meminta kepada ROF agar menyiapkan uang pada hari
senin dalam pecahan dolar sejumlah 'LIMA KOSONG KOSONG'," ungkap Basaria.
Pada tanggal 1 September 2019, imbuh Basaria, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar.
"Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi USD35.000," katanya.
Selain penyerahan uang USD35.000 ini, ujar Basaria, KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai fee yang diterima Ahmad Yani
dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
"Sehingga, dalam OTT ini KPK mengamankan uang USD35.000 yang diduga sebagai bagian dari fee 10% yang diterima Bupati AYN dari ROF," ujarnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi Okta Fahlefi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
--