Pengamat: Tanpa Usulan Pasti Jokowi Lakukan Uji Kelayakan dan Kepatutan Pilih Menteri
Namun ia mengusulkan agar Presiden Jokowi juga menyertakan KPK dan lembaga-lembaga lain yang kompeten untuk mencek rekam jejak para calon menteri.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk memilih menterinya.
Para pakar hukum tata negara merekomendasikan Presiden Joko Widodo melakukan uji kepatutan dan kelayakan ( fit and proper test) terhadap mereka yang akan duduk di kursi menteri pada kabinet pemerintahan periode 2019-2024.
Rekomendasi tersebut dipaparkan dalam konferensi pers Konferensi Nasional Hukum Tata Negara di Hotel JS Luwanda, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).
"Sebetulnya tanpa usulan tersebut pun pasti Presiden sudah melakukan uji kelayakan dan kepatutan itu," ujar pengamat politik dari Formappi, I Made Leo Wiratma kepada Tribunnews.com, Kamis (5/9/2019).
Namun ia mengusulkan agar Presiden Jokowi juga menyertakan KPK dan lembaga-lembaga lain yang kompeten untuk mencek rekam jejak para calon menteri.
Baca: Ayah Siswa SMK Magang Hilang 9 Tahun Minta Bantuan SBY, Jokowi & Susi Pudjiastuti, Tak Direspon
"Tujuannya untuk mencari informasi apakah calon menteri itu sudah memenuhi kriteria punya integritas, kapasitas, dan kapabilitas menjadi menteri," ucapnya.
Namun kata dia, hal itu tidak mengikat karena keputusan akhir tetap di tangan Presiden. Sebab semua pertanggungjawaban atas kinerja menteri juga berada di tangan Presiden.
"Patut kita hormati bahwa penentuan menteri-menteri adalah hak prerogatif Presiden. Jadi tanpa ikut campur pihak manapun, orang yang menjadi pilihan menteri oleh Presiden adalah sah," tegasnya.
Apakah usulan ini bisa menghasilkan menteri yang profesional dalam menjalakan visi dan misi Jokowi?
Menurut dia, itu sangat tergantung pada orang yang dipilih.
Karena bisa saja calon menteri yang menurut penilaian orang luar dianggap memenuhi syarat tetapi tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Baca: Mamat Alkatiri Sebut Jokowi Mau Papua Maju, Tapi Orang di Sekelilingnya Terlalu Mengekang
"Sebab kunci keberhasilan lain dari seorang menteri adalah apakah orang yang bersangkutan amanah atau tidak. Dan hal ini akan tampak teruji jika sudah melaksanakan tugasnya," jelasnya.
Jokowi Diminta Pilih Menteri Baru Lewat Fit and Proper Test
Para pakar hukum tata negara merekomendasikan Presiden Joko Widodo melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap mereka yang akan duduk di kursi menteri pada kabinet pemerintahan periode 2019-2024.
Rekomendasi tersebut dipaparkan dalam konferensi pers Konferensi Nasional Hukum Tata Negara di Hotel JS Luwanda, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
"Untuk memastikan betul agar orang-orang yang masuk ke dalam kabinet adalah yang memiliki rekam jejak dan integritas yang bagus, Presiden Jokowi perlu melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada calon menterinya," ujar seorang pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono.
Demi menghindari calon menteri yang tidak memiliki integritas dan kompetensi, uji kepatutan dan kelayakan itu bisa menjadi langkah yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk kabinet kerja mendatang.
Baca: Penghuni Apartemen Kalibata Berebutan Ingin Melihat Aulia Pembunuh Suami dan Anak Tiri
Mekanisme tersebut, lanjut dia, dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga, semisal KPK, PPATK, dan Komnas HAM.
"Lembaga-lembaga itu bisa memberikan pendapat kepada Presiden dalam mempertimbangkan dan memutuskan seseorang yang layak menjadi menteri atau tidak," ungkap Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember ini.
Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jantera Bivitri Susanti menambahkan, tidak hanya uji kepatutan dan kelayakan, Presiden juga perlu menetapkan kriteria calon menteri.
"Kriteria calon menteri dibutuhkan oleh Presiden, kemudian disampaikan ke publik supaya seluruhnya tahu seperti apa yang dibutuhkan di pemerintahan ke depan," papar Bivitri.
Rekomendasi tersebut akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Rekomendasi itu berawal dalam peresmian Pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/8/2019).
Kala itu, Presiden Jokowi meminta pakar hukum tata negara supaya mereka mengkaji format kabinet presidensial yang ideal ke depan.
"Bapak ibu super ahlinya. Saya titip, tolong dipikirkan dan tolong dirancang bagaimana respons hukum tata negara yang sudah sangat berubah," ujar Jokowi.
"Bukan hanya format kabinet presidensial, melainkan hukum dan administrasi tata negara keseluruhan juga," jelasnya.(*)