ICW Sebut Ada Peluang Revisi UU KPK Bisa Dibatalkan
"Nah pemerintah itu siapa, apakah Kemenkumham, atau pihak Setneg atau bagaimana, apakah KPK juga diundang dalam draft itu misalnya?" kata Adnan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR mengklaim bahwa Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya sudah dibahas DPR bersama pemerintah.
Berdasarkan hal itu, akhirnya DPR mengesahkan dan menyetujui untuk merevisi UU KPK.
Baca: UPDATE Revisi UU KPK: PDIP Ungkap Alasan Perlunya Revisi hingga Diprediksi Tak Butuh Waktu Lama
Merespons soal ini, Kooordinator Indonesia Coruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mempertanyakan langkah DPR.
Meski begitu dia mengaku ICW belum ada rencana untuk menggugat usulan revisi UU KPK tersebut, karena baru sebatas rancangan yang belum jelas apakah benar disepakati oleh pemerintah dan DPR atau murni 'kerja senyap' para oknum DPR.
"Nah pemerintah itu siapa, apakah Kemenkumham, atau pihak Setneg atau bagaimana, apakah KPK juga diundang dalam draft itu misalnya?" kata Adnan kepada wartawan, Jumat (6/9/2019).
Lebih jauh Adnan menduga, pembahasan RUU KPK di Badan Legislasi (Baleg) DPR, sejauh ini tidak melibatkan pihak-pihak yang dianggapnya relevan.
Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkumham mengaku belum mengetahui isi draf-draf revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR tersebut.
Baca: Duduk Perkara Gubernur Maluku Ajak Perang Menteri Susi Hingga Akhirnya Ambil Jalan Damai
Menurut Adnan, karena revisi UU KPK tidak melibatkan para pihak yang relevan, maka usulan itu tidak legitimasi dan dapat dibatalkan kemudian hari.
"Kan begitu proses ini tidak melibatkan pihak-pihak yang relevan maka pembahasan RUU itu tidak legitimate, dan bisa diminta untuk dibatalkan. Oleh karena itu pemerintah harus berhati-hati dalam menyepakati poin-poin yang ini karena bisa mengancam agenda pemberantasan korupsi," tandasnya.
DPR sepakat Revisi UU KPK
Seluruh fraksi tanpa terkecuali menyetujui Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).
Dalam rapat paripurna yang hanya berlangsung sekitar 15 menit itu fraksi-fraksi memberikan pandangannya tentang RUU KPK secara tertulis.
Baca: NasDem: Revisi UU KPK Kelanjutan Pidato Jokowi
“Sepuluh fraksi telah menyampaikan pandangannya secara tertulis. Selanjutnya pendapat fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang perubahan kedua UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dapat disetujui sebagai usul DPR RI?” tanya Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto sebagai pimpinan sidang terhadap peserta rapat paripurna yang berjumlah sekitar 67.
“Setuju!” jawab peserta rapat paripurna secara bersemangat.
Utut mengatakan pembahasan RUU KPK tersebut akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.
Setelah ini RUU KPK sebagai usul dari DPR RI disampaikan dan dibahas bersama pemerintah kemudian dibawa lagi ke paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.
Ada enam poin revisi UU KPK yang dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI.
Yang pertama kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan.
Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen.
Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang- undangan di bidang aparatur sipil negara.
Kedua KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
Ketiga KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
Keempat di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.
Kelima KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Dan keenam KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun.
Baca: KPK Berkali-kali Tolak RUU, Desmond : KPK Siapa Sih? Masa Pelaksana UU Menolak
Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik.
Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.
Laode Syarif tolak Revisi UU KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan menolak rencana DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Disampaikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, pihaknya memandang belum waktunya UU tersebut direvisi.
Baca: Ray Rangkuti: Revisi UU KPK Diam-diam, Kado Pahit di Penghujung Jabatan
Apalagi, nenurutnya, pihak parlemen tak pernah memberitahu ataupun mengajak KPK dalam mengkaji subtansi RUU tersebut.
Pun demikian perihal paripurna pengubahan RUU tersebut.
"Yang jelas KPK tidak membutuhkan perubahan UU KPK," ujar Laode kepada wartawan, Kamis (5/9/2019).
Sebelumnya anggota Komisi III DPR dari PDIP Masinton Pasaribu mengatakan soal usulan Badan Legislasi (Baleg) untuk merevisi UU KPK yang rencananya bakal diparipurnakan pada Kamis, 5 September 2019.
Masinton juga mengklaim RUU usul DPR ini sudah dibahas lama di Baleg DPR. Apalagi, baik pemerintah maupun DPR sudah menyepakati empat hal soal Revisi UU KPK.
Baca: Paripurna DPR RI Sepakati Revisi UU KPK untuk Dibahas Bersama Pemerintah
"Pemerintah dan DPR kan sudah, 2017 lalu ya itu sudah menyepakati empat hal untuk dilakukan revisi terbatas terhadap UU KPK itu," kata Masinton, Rabu (4/9/2019).
Empat hal yang diklaim Masinton sudah disepakati untuk direvisi di antaranya soal penyadapan, dewan pengawas, kewenangan SP3 dan pegawai KPK.
Menkumham belum tahu lihat Revisi UU KPK
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengaku pihaknya belum mengetahui soal inisiatif DPR mengenai revisi UU KPK yang rencananya akan diparipurnakan pada Kamis (5/9/2019) ini.
Politikus PDIP itu juga berdalih belum melihat draf RUU Nomor 30 Tahun 2002 yang insiatornya adalah parlemen.
Baca: 4 Poin Krusial dalam Revisi UU KPK: Mulai dari Penyadapan Hingga soal Dewan Pengawas KPK
"Saya belum tahu, belum melihat (drafnya)," ujar Yasonna Laoly kepada wartawan, Kamis (5/9/2019).
Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR telah mengajukan revisi UU KPK ke paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dan kemudian disetujui.
Setelah disetujui DPR, maka RUU tersebut akan segera dibahas bersama pemerintah.
Yasonna enggan berspekulasi bagaimana nantinya sikap pemerintah.
Yang jelas, tegas dia, perlu dibahas bersama DPR mengenai hal ini.
"Nanti kita lihat," ujarnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari PDIP Masinton Pasaribu mengatakan soal usulan Badan Legislasi untuk merevisi UU KPK yang rencananya bakal diparipurnakan pada hari ini, Kamis, 5 September 2019.
Masinton juga mengklaim RUU usul DPR ini sudah dibahas lama di Baleg DPR.
Apalagi, baik pemerintah maupun DPR sudah menyepakati empat hal soal Revisi UU KPK.
Baca: Ray Rangkuti: Revisi UU KPK Diam-diam, Kado Pahit di Penghujung Jabatan
"Pemerintah dan DPR kan sudah, 2017 lalu ya itu sudah menyepakati empat hal untuk dilakukan revisi terbatas terhadap UU KPK itu," kata Masinton, Rabu (4/9/2019).
Empat hal yang diklaim Masinton sudah disepakati untuk direvisi di antaranya soal penyadapan, dewan pengawas, kewenangan SP3 (menghentikan perkara) dan pegawai KPK.
Jokowi sebut KPK sudah jalan dengan baik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan selama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja dengan baik dalam menjalankan tugasnya memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Menurut saya KPK saat ini telah bekerja dengan baik," kata Jokowi di Pontianak, seperti dilansir dalam keterangan Biro Pers Kepresidenan, Kamis (5/7/2019).
Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi untuk merespons pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca: Indonesia Vs Malaysia di GBK, Insiden Pelemparan Terjadi Saat Jeda Istirahat
Baca: Respons Fadli Zon Sikapi Revisi Undang-Undang KPK: Tidak Boleh Ada Pelemahan KPK
Baca: Baru Beberapa Hari Dilantik Belum Sempat Terima Gaji, Anggota DPRD Gunungkidul Sudah Diberhentikan
Selain itu, Jokowi menjelaskan dirinya belum menerima usulan revisi undang-undang yang dibahas dalam Rapat Paripurna DPR hari ini.
Untuk itu, Kepala Negara belum dapat mengomentari mengenai usulan tersebut.
"Saya belum tahu isinya, jadi saya belum bisa menyampaikan apa-apa," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.