Masinton Ungkap Para Pengusul Revisi UU KPK Sempat Berdebat Alot
Meski demikian, akhirnya semua pengusul sepakat dengan pembahasan terkait revisi tersebut dan mengajukannya ke Badan Legislasi (Baleg).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, mengungkap pembahasan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat berlangsung alot di tingkat pengusul.
Adapun para pengusul revisi UU KPK tersebut adalah Masinton Pasaribu dan Risa Mariska dari Fraksi PDI Perjuangan, Taufiqulhadi dari Fraksi Nasdem, Achmad Baidowi dari Fraksi PPP, Saiful Bahri Ruray dari Fraksi Golkar dan Ibnu Multazam dari Fraksi PKB.
Meski demikian, akhirnya semua pengusul sepakat dengan pembahasan terkait revisi tersebut dan mengajukannya ke Badan Legislasi (Baleg).
"Ya pasti alot, kalau menurut saya sih alot. Namun, kita kan terus membahas dan diskusikan, ya menyamakan semua persepsi kemudian kita sepakati bersama untuk mengusulkan ke Baleg," ujar Masinton, di Gado-gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Baca: Pelaku Video Seks 3 Pria dan Satu Wanita di Garut Meninggal Dunia,
Ia juga berkelakar bahwa setiap pengusul pembahasan revisi ini tak menyatakan persetujuannya begitu saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
Menurutnya, pembahasan yang berlangsung alot dan diselingi berbagai perbedaan adalah hal yang biasa. Namun, yang terpenting pada akhirnya semua satu pemikiran.
"Memang DPR itu kayak kerbau dicucuki hidungnya langsung setuju? Kan nggak mungkin, nggak langsung disetujui. Harus ngobrol dulu, idenya disamakan dulu, ada berbegai perbedaan. Tapi itu kan dinamika di dalam forum pembahasan," ucapnya.
Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan itu menegaskan perbedaan pendapat yang sempat terjadi dari para pengusul bukan hal yang bersifat substansi.
"Perbedaannya tidak substantif. Misalnya soal penyadapan, apakah perlu izin dari pengadilan atau dewan pengawas," tegasnya
"Kemudian soal surat perintah penghentian penyidikan (SP3), itu diterbitkan untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau dua tahun, ya begitu aja," imbuh Masinton.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.