Raih Gelar Doktor, Sugeng Riyanta Tawarkan 4 Perubahan Drastis Kejaksaan
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Sugeng Riyanta SH MH, menggondol gelar doktor dari Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS, Solo.
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Sugeng Riyanta SH MH, menggondol gelar doktor dari Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS, Solo.
Gelar akademik prestisius itu diperoleh setelah ia dinyatakan lulus pada sidang ujian program doktoral di kampus UNS, Kentingan, Jumat (6/9/2019).
Sidang yang dipimpin Rektor UNS, Prof Dr Jamal Wiwoho SH itu menyatakan Sugeng Riyanta memperoleh Indek Prestasi Kumulatif (IPK) 3,77 dan dinyatakan lulus “sangat memuaskan”.
Dalam disertasinya, pria kelahiran Galur, Kulonprogo itu menawarkan empat langkah perubahan mendasar di tubuh kejaksaan, lembaga tempat ia bekerja.
Baca: Kemenkumham, Polri dan Kejaksaan Agung Kompak Minta Tambahan Anggaran Tahun 2020
Empat langkah perubahan besar itu berangkat dari situasi dan kondisi lembaga kejaksaan yang dirasa tidak independen. Terlebih terkait penanganan perkara, khususnya tindak pidana korupsi.
Disertasinya berjudul “Model Kelembagaan Kejaksaan Sebagai Lembaga Negara yang Profesional dan Independen Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi”.
Empat langkah perubahan dasar yang ditawarkan dalam disertasi Sugeng itu pertama, amandemen UUD 1945 dengan menambah Bab VIIIb tentang kekuasaan penegakan hukum.
Menurut Sugeng, kejaksaan harus dimasukkan dalam konstitusi sebagai lembaga yang sepenuhnya merdeka. Tidak lagi di bawah kekuasaan eksekutif, seperti selama ini terjadi.
Sebagai kekuasaan yang bebas merdeka berdasar konstitusi, kejaksaan mempertanggungjawabkan kekuasaanya lewat laporan tahunan kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Langkah kedua, memperbarui UU No 16/2004 tentang kejaksaan. Di aturan baru itu diatur norma-norma tata cara pengangkatan Jaksa Agung, syarat kualifikasi Jaksa Agung.
“Menurut pendapat saya, syarat dan kualifikasi Jaksa Agung harus jaksa aktif, pernah jadi Kepala Kejaksaan Tinggi, dan usia pensiun 65 tahun,” kata Sugeng dalam paparannya.
“Mengapa Jaksa Agung harus berlatar belakang jaksa? Karena tugas jaksa itu berat, harus paham dan menguasai prosesnya baik eksternal maupun internal,” sambungnya.
Baca: Sosok Johanis Tanak, Jaksa yang Lolos dalam 10 Besar Capim KPK, Mengaku Pernah Ditawari Uang
Karena itu Sugeng menegaskan, ia tidak setuju jika Jaksa Agung bukanlah seorang jaksa atau berlatar belakang jaksa.
Di bagian ini pula, kejaksaan menurut Sugeng dalam disertasinya harus muncul sebagai pemegang kekuasaan tunggal di bidang penuntutan dalam sistem penuntutan hukum.