Asal Usul Nama Habibie yang Tak Banyak yang Diketahui Publik
Acara pemakaman akan didahului dengan penyerahan jenazah dari keluarga kepada negara sekitar pukul 12.30 WIB.
Editor: Hasanudin Aco
Tidak berhenti disitu, Ito berkeinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Ia mencoba memperoleh beasiswa di negara pilihannya dan cita-citanya sejak kecil yakni Jerman.
Dia mendaftar di RWTH Aachen University, Jerman. Universitas untuk pengembangan teknologi melalui riset dan aplikasinya dalam dunia industri sekaligus mantan sekolah BJ Habibie.
Sayangnya, ia tidak berhasil diterima lantaran kampus tersebut meminta menyerahkan ijazah S1 sebagai syarat administratif, tetapi ijazahnya belum bisa langsung keluar sehingga harus menunggu selama satu semester.
Akhirnya, Ito mendapat tawaran dari seorang profesor dari Taiwan untuk program kuliah lewat pembiayaan dan perusahaan semikonduktor. Ia memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan menempuh studi di Asia University, Taiwan.
Ito mampu lulus sebagai lulusan terbaik dengan meraih GPA 92 dan menyandang predikat Outstanding scholar of semiconductor engineering industry R and D master degree.
Ia pun memperoleh gelar Master of Engineering in Computer Science and Information Engineering
"Saya jadi lulusan terbaik, dapat master degree award. Itu kelas spesial yang menggabungkan industri dengan universitas. Masalah yang dihadapi di industri dilempar ke universitas," tuturnya.
Setelah itu, tekad Ito untuk mewujudkan impiannya ke Jerman terus meluap. Dia akhirnya berhasil diterima sebagai scientific student sekaligus research assistant di negeri beribu kota di Berlin itu.
Ito dapat menempuh studi dan bekerja di Technische Universitat Braunschweig. Kota itu dikenal sebagai sister city Bandung.
Seiring berjalannya waktu, Ito mampu menghasilkan banyak journal paper yang mendasari dirinya untuk mendapat sejumlah penghargaan diantaranya Best Young Scientist Poster Award pada 2012 di Krakow, Polandia, dari Eurosensors.
Terdapat 45 journal paper yang berhasil ia terbitkan sejak tahun 2011 hingga 2019. Hal tersebut membuat orang-orang Jerman di kampus merasa bingung bagaimana bisa dia melakukan hal itu.
"Tadinya saya diremehin, dibilang itu susah, enggak berhasil. Tapi, semakin diremehin dan ditantang, saya semakin ingin membuktikan bahwa saya bisa," tegas Ito.
Ito berhasil lulus dari studi S-3 dibidang nanoteknologi di Technische Universitas Braunschweig sejak 2010 hingga 24 Juni 2014 dan mendapatkan gelar Doktor-Ingenieur (Dr Ing) in Electrical Engineering, Information, and Physics dengan status Summa Cum Laude with distinction/honor.
"Waktu wisuda saya diumumkan jadi PhD terbaik. Umur saya waktu itu 26 tahun dan akhirnya saya meraih gelar Dr Ing seperti Habibie. Itu doktor teknik yang cuma ada di Jerman," imbuh Ito.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.