Fahri: Poin Revisi UU KPK yang Ditolak Presiden Sudah Pernah Dibahas oleh Badan Legislasi DPR
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengungkapkan empat poin yang tidak disetujui dirinya atas beberapa poin substansi dalam draf RUU KPK.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai bahwa sikap Presiden Joko Widodo menolak sejumlah poin revisi undang undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menandakan bahwa presiden menerima pembaharuan informasi soal pemberantasan korupsi.
Karena menurut Fahri,4 poin revisi yang ditolak presiden sudah menjadi pembahasan lama di Badan Legislasi DPR RI.
"Saya kira ya saya menganggap presiden cukup terupdate dengan situasi. Memang poin-poin yang beliau sampaikan itu juga termasuk poin-poin yang dalam perdebatan di Baleg yang cukup lama," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (13/9/2019).
Misalnya menurut Fahri soal izin penyadapan. Harus ada pengawasan dalam melakukan penyadapan namun, KPK tidak mau ada aturan bahwa penyadapan harus meminta izin hakim.
Baca: Hotman Paris Ucap Ia dari Pinggir Danau Toba lalu Berpesan ke Perantau, Melaney: Gue di Belakang Lo
Baca: Hasil Akhir Arema FC vs Borneo FC Liga 1 2019, Pesut Etam Tahan Imbang Singo Edan
Baca: Dijanjikan Pekerjaan dengan Gaji Rp 4 Juta, Wanita di Ngawi Rela Kirim Foto Tanpa Busananya
Baca: Kopi Panas Tumpah di Kokpit, Pesawat Terpaksa Mendarat Darurat
"Ya sudah kata presiden, izin saja ke lembaga internalnya. Ya, tapi lembaga internalnya itu jangan anak buah dong, itu kan bahaya. Namanya jeruk makan jeruk. Jadi Presiden akhirnya menyetujui pembentukan Dewan Pengawas dan nanti kepada dewan Pengawasnya yang adalah lembaga internal, tapi dibentuk oleh presiden," ujar Fahri.
Begitu pula dengan ketidaksetujuan presiden bahwa penuntutan dikoordinasikan dengan kejaksaan. Meski dalam sistem peradilan kriminal, jaksa merupakan 'pengawas' polisi, namun untuk KPK diberi kekhususan.
"Supaya mantap gitu, pengumpulan barang bukti, sehingga ya sudah prosesnya berjalan. Itu juga bagian-bagian yang dibahas dan saya kira itu toleran semua opsinya itu," katanya.
Sama halnya menurut Fahri mengenai penyidik yang tidak harus berasal dari kepolisi (independen). Menurut Fahri penyidik independen tetap harus berkoordinasi dengan kepolisian, karena penyidikan merupakan sebuah keahlian.
"Nah kalo presiden menyetujui bahwa tidak harus dari Polri maka nanti yang tidak dari Polri itu disyaratkanlah supaya pendidikan penyidiknya itu ada. sebab penyidikan itu adalah sebuah keahlian. Anda engga bisa seenaknya jadi dokter gigi kalau engga pernah kuliah dokter gigi atau seenaknya jadi hakim tapi engga pernah dididik hakim," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengungkapkan empat poin yang tidak disetujui dirinya atas beberapa poin substansi dalam draf RUU KPK.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK" ujar Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019) yang didampingi oleh Mensesneg Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Pertama, Jokowi menyatakan tak setuju jika KPK harus mendapatkan izin pihak luar saat ingin melakukan penyadapan. Menurutnya, KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.
Kedua Jokowi tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Ia menyatakan penyelidik dan penyidik KPK bisa berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN)
"Yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekurtmen yang benar," imbuhnya.
Ketiga, Jokowi mengatakan tidak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan. Menurut dia, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.
Keempat, Jokowi menyatakan tidak setuju apabila pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari lembaga antirasuah dan diberikan kepada kementerian atau lembaga lainnya.
"Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.