Mengapa Jokowi Biarkan Revisi UU KPK Bergulir dan Abaikan Penolakan? Ini Analisa Fahri Hamzah
Meski mendapat penolakan elemen masyarakat sipil, Presiden Jokowi tetap pada keputusannya untuk merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski mendapat penolakan elemen masyarakat sipil, Presiden Jokowi tetap pada keputusannya untuk merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
DPR dan pemerintah pun telah mengesahkan revisi Undang-Undang KPK dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019) siang ini.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku tidak kaget dengan sikap Jokowi tersebut.
Ia punya menganalisis sendiri mengapa Presiden akhirnya berani menyetujui revisi.
Baca: Proses Revisi UU KPK hingga Kemudian Resmi Disahkan Selasa Ini, Berlangsung Cepat dalam 12 Hari
Menurut Fahri, sikap Jokowi ini adalah puncak kekesalannya atas gangguan yang selama ini diciptakan KPK.
"Nah inilah yang menurut saya puncaknya, Pak Jokowi merasa KPK adalah gangguan," kata Fahri lewat pesan singkat kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
Menurut mantan politisi PKS ini, sikap Jokowi yang merasa diganggu KPK sudah terjadi sejak awal masa pemerintahannya pada Oktober 2014.
Fahri menyebut, awalnya Jokowi menaruh kepercayaan kepada KPK.
Sampai-sampai KPK diberikan kewenangan untuk mengecek rekam jejak calon menteri, sesuatu yang tidak diatur dalam UU.
"Saya sudah kritik pada waktu itu ketika KPK sudah mencoret nama orang. Dia taruh hijau, dia taruh merah, dia taruh kuning. Dia bilang yang hijau boleh dilantik, kuning tidak boleh karena akan tersangka dalam enam bulan, lalu kemudian yang merah jangan dilantik karena akan tersangka dalam sebulan. Luar biasa sehingga ada begitu banyak nama dalam kabinet yang diajukan oleh Pak Jokowi dan parpol kandas di tangan KPK," kata dia.
Baca: Sama seperti Gerindra dan PKS, Demokrat Tak Setuju Dewan Pengawas KPK Dipilih Presiden
Menurut Fahri, KPK waktu itu merasa bangga karena akhirnya dia diberi kepecayaan sebagai polisi moral oleh Presiden.
Namun selanjutnya, Fahri menilai KPK justru semakin bertindak berlebihan.
Puncaknya adalah ketika Jokowi memilih nama Budi Gunawan untuk dikirimkan ke DPR sebagai calon Kapolri.
Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.