Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejumlah Orang yang Sandang Status Tersangka di KPK Bertahun-tahun tapi Kasusnya Tak Kunjung Rampung

Pasal 40 UU nomor 30/2002 tentang KPK menyebutkan, 'Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Miftah
zoom-in Sejumlah Orang yang Sandang Status Tersangka di KPK Bertahun-tahun tapi Kasusnya Tak Kunjung Rampung
Tribunnews.com/Rina Ayu
Suasana massa yang datang ke gedung merah putih, KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Sabtu sore (14/9/2019) 

Jokowi mengatakan, pemerintah meminta batas maksimal SP3 adalah dua tahun. Hal ini berbeda dengan usulan DPR yang hanya satu tahun. Presiden menjelaskan, jangka waktu dua tahun terbilang lebih ideal untuk KPK.

“Kami meminta ditingkatkan menjadi dua tahun supaya memberikan waktu memadai bagi KPK. Yang penting, ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau tidak digunakan,” kata Jokowi.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif menyatakan tanpa kewenangan SP seperti yang diatur UU 30/2002 masih dibutuhkan dan berguna bagi KPK. Tanpa kewenangan ini, KPK akan berhati-hati untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Memang tidak bisa mengeluarkan SP3 by law dan itu ada gunanya juga. Pada tahap penyelidikan itu, KPK harus berhati-hati sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Alih-alih menguatkan, Laode menilai kewenangan SP3 akan membahayakan KPK. Dikatakan, tidak adanya kewenangan SP3 lantaran dikhawatirkan kewenangan itu disalahgunakan. Bahkan menjadi alat tawar.

"Dulu saya masih ingat pertama diskusi UU KPK, tidak ada kewenangan SP3 di KPK itu karena ditakutkan disalahgunakan. Menetapkan seseorang sebagai tersangka tapi setelah ada bargaining dilepas lagi. Jangan sampai seperti itu. Mungkin bagus dianggap memperkuat tapi berbahaya. Bisa disalahgunakan," katanya.

Pernyataan ini disampaikan Laode dalam konferensi pers penetapan tersangka terhadap mantan Managing Director Pertamina Energy Service (PES) Pte. Ltd dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto dalam kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero).

BERITA REKOMENDASI

Awak media mempertanyakan kesanggupan KPK menuntaskan kasus tersebut lantaran rumitnya konstruksi perkara dan menyangkut sejumlah negara lain. Awak media kemudian membandingkan kasus tersebut dengan kasus RJ Lino yang hingga kini belum rampung.

Laodr meyakini kasus suap Bambang Irianto dapat diusut tuntas KPK. Dikatakan, sejumlah negara yang terkait dengan kasus ini seperti Uni Emirat Arab, Singapura dan Hongkong banyak membantu KPK dalam mengumpulkan bukti-bukti. Kondisi ini, katanya berbeda dengan yang dialami KPK terkait kasus RJ Lino.

Menurutnya, KPK kesulitan menjalin kerja sama dengan otoritas Tiongkok. Padahal, kerja sama ini dibutuhkan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara karena produsen QCC yang digunakan PT Pelindo II merupakan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM).

"Masalahnya sebenarnya bukan di SP3. Masalahnya adalah kalau (kasus) Petral ini alhamdulillah walaupun sulit dan lama, pihak-pihak yang kita mintai mau mau memberikan informasi barang bukti. Otoritas Hongkong, otoritas Singapura alhamdulillah mau karena kita memang kita dari dulu bekerja dengan baik dengan mereka. Sedangkan kasus Pak Lino otoritas negara terkait tidak mau sekali memberi. Tidak koperatif. Sehingga lama," kata Laode.

Meski demikian, Laode kembali mengumbar janji kasus RJ Lino ini akan segera rampung dan dilimpahkan ke pengadilan. Terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang masih menjadi kendala, ia mengatakan, pihaknya tidak menggunakan harga sebenarnya dari perusahaan HDHM, melainkan menggunakan harga pasar.


"Kita akan melihat kalau di pasar harga barang yang serupa berapa. Berdasarkan itu kita menentukan berapa jumlah kerugian negaranya. Memang tidak perfect seperti kalau kita mendapatkan langsung harga di tempat dia dibeli," katanya.

Laode menyatakan penjelasannya ini bukan untuk membela diri. Namun, kenyataan yang dihadapi KPK ketika menangani kasus lintas yuridiksi seperti kasus RJ Lino.

"Selalu memerlukan kerja keras dan kerja sama dan kita tidak bisa memaksa (otoritas negara terkait)," katanya.  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas