Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sindir Anggota DPR, Formappi: Pembahasan Revisi UU KPK Bak Pembalap Formula 1 Mengejar Finish

Lucius Karus menilai pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan bencana bagi demokrasi.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sindir Anggota DPR, Formappi: Pembahasan Revisi UU KPK Bak Pembalap Formula 1 Mengejar Finish
Reza Deni
Peneliti Formappi, Lucius Karus di kantornya, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (14/9/2018) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan bencana bagi demokrasi.

Menurut dia, upaya pemerintah dan DPR RI mengesahkan UU KPK hasil revisi tersebut lebih mengutamakan kepentingan sepihak.

"Publik umumnya mungkin terkejut dengan gerak cepat DPR membahas Revisi UU KPK. Baru diusulkan menjadi inisiatif DPR pada 5 September, hari ini tiba-tiba disahkan," kata Lucius Karus saat dihubungi, Selasa (17/9/2019).

Baca: Sebelum Daftar, Kenali Persamaan P3K/PPPK dan CPNS 2019, Hak Keuangan Sama hingga Punya NIP

Dia menjelaskan RUU KPK tidak masuk dalam RUU Prioritas.

Justru, kata dia, revisi UU KPK terkesan melesat kilat di lintasan akhir perjalanan masa bakti dan tidak membutuhkan waktu satu masa sidang sekalipun untuk disahkan.

Situasi ini, menurut dia, berbanding terbalik dengan RUU Prioritas.

Dia mencontohkan RUU Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Larangan Minuman Beralkohol, dan lain-lainnya, terkesan menggantung dan tak jelas nasibnya ditangan DPR dan Pemerintah periode ini.

Baca: Roger dan Cut Meyriska Tanggapi soal Unggahan Test Pack dan Buah Mangga, Benarkah Hamil?

Berita Rekomendasi

"Ironis bukan? Ada perlakuan diskriminatif soal nasib RUU yang dibahas DPR. Banyak yang dibilang prioritas tetap saja bernasib sial karena jarang disentuh dan akhirnya tidak selesai-selesai," kata dia.

Dia menilai perubahan cara anggota DPR memperlakukan RUU sulit dipahami.

RUU prioritas yang jelas diabaikan, giliran yang tak jelas prioritas seperti revisi UU KPK malah dibahas cepat.

Sehingga, dia melihat, tak heran jika memunculkan dugaan kepentingan sepihak dari DPR dan pemerintah untuk agenda khusus yang tak perlu melibatkan publik.

Baca: 2 Warga Sumedang Jadi Sulit Bicara dan Kaki Lemas Usai Minum Kopi Penambah Stamina

"Karena agenda khusus untuk kepentingan sepihak, mereka bak seperti rider formula 1 mengejar finish dalam tempo singkat. Ketika ritme kerja DPR ditentukan kepentingan mereka sendiri dalam membahas RUU, mereka ternyata bisa all out. Sementara yang menjadi prioritas untuk publik, tak tanggung-tanggung mereka biarkan menggelantung tak tahu waktu," kata dia.

Dia menambahkan sikap anggota DPR RI itu sebagai bencana bagi demokrasi perwakilan.

"Bencana kegagalan wakil rakyat mengemban tugas memperjuangkan kepentingan rakyat. Pembahasan RUU yang cepat untuk urusan sendiri tidak berbanding lurus dengan RUU untuk kepentingan bangsa rakyat," tambahnya.

7 poin penting

Meski mendapat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat, DPR RI akhirnya mengesahkan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Pengesahan revisi tersebut dilakukan dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Sebelum pengambilan keputusan pengesahan RUU KPK, Ketua badan Legislasi sekaligus ketua Panja RUU KPK Supratman Andi Agtas menyampaikan pemaparannya terkait pembahasan revisi antara Panitia Kerja (Panja) DPR dengan Panja Pemerintah.

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya pimpinan sidang Fahri Hamzah, yang dijawab serempak setuju oleh peserta sidang.

Baca: Fahri Hamzah: Pak Jokowi Merasa KPK Adalah Gangguan

Terdapat empat interupsi dalam pengambilan keputusan RUU KPK.

Pertama yakni dari Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo, kemudian anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa, politikus PDIP Erma Suryani Ranik, serta anggota Baleg dari Fraksi PPP Arsul Sani.

DPR dan Pemerintah menyepakati tujuh perubahan dalam revisi UU KPK

1. Tujuh Poin Disepakati

Kesepakatan antara DPR dan pemerintah soal tujuh poin revisi UU KPK dicapai dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (16/9/2019).

Mengutip Kompas.com, Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto mengatakan terdapat tujuh poin perubahan yang disepakati dalam revisi UU KPK.

Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019). (Tribunnews.com/ Taufik Ismail)

Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.

Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.

Baca: Sejumlah Orang yang Sandang Status Tersangka di KPK Bertahun-tahun tapi Kasusnya Tak Kunjung Rampung

Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.

2. Seluruh Fraksi Setuju Hasil Pembahasan Dibawa ke Rapat Paripurna DPR

Rapat Kerja Pengambilan Keputusan tingkat I itu, setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangannya terkait revisi UU KPK.

Dikutip dari Kompas.com, tujuh fraksi menyatakan setuju.

Sementara dua fraksi, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Parrtai Gerindra menyatakan setuju dengan memberikan catatan.

Sedangkan, Fraksi Partai Demokrat baru akan memberikan pandangan dalam rapat paripurna.

Baca: PKS Sarankan Dewan Pengawas KPK Diisi Bekas Politisi

Dengan demikian seluruh fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK ke pembicaraan tingkat II di rapat paripurna pengesahan undang-undang.

Menurut rencana, Pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi akan menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menjadwalkan Rapat Paripurna.

3. DPR Sahkan Pimpinan Baru KPK

Rapat paripurna DPR mengesahkan lima komisioner KPK periode 2019-2023, Senin (16/9/2019). 

Rona wajah bahagia dan senyum lepas terpancar dari wajah Irjen Pol Firli Bahuri, Ketua KPK yang baru. 

Dalam Rapat Paripurna itu, semua wakil rakyat yang hadir menyatakan menerima laporan Komisi III DPR RI atas uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Calon Pimpinan (Capim) KPK.

"Apakah laporan Ketua Komisi III tentang uji kelayakan dan kepatutan pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 dapat kita setujui?" kata pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah, Senin(16/9/2019).

Ketua DPR Bambang Soesatyo (dua dari kiri) bersama Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (tiga dari kanan) berfoto bersama lima pimpinan baru KPK setelah pengesahan lima pimpinan KPK dalam rapat paripurna DPR, Senin (16/9/2019).
Ketua DPR Bambang Soesatyo (dua dari kiri) bersama Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (tiga dari kanan) berfoto bersama lima pimpinan baru KPK setelah pengesahan lima pimpinan KPK dalam rapat paripurna DPR, Senin (16/9/2019). (twitter/DPR RI)

Kelima orang yang terpilih yakni Alexander Marwata, Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.

Berdasarkan pantauan, Alexander Marwata, Firli Bahuri, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron kompak mengenakan kemeja putih dan jas hitam.

Sementara itu, Lili Pintauli Siregar mengenakan blazer berwarna biru muda. Tak hanya Firli, raut wajah bahagia juga ditunjukkan empat komisioner lembaga antirasuah. Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, memperkenalkan seluruh komisioner kepada anggota Dewan.

Kelima komisioner KPK periode 2019-2023 ini kemudian menuju meja pimpinan untuk diperkenalkan.

Baca: Penasihat KPK: Saya Tidak Seperti Pak Saut, Saya Berhenti ya Berhenti, Sudah Final

Fahri Hamzah turut menyalami kelima komisioner KPK.

Ia juga tampak memberikan semangat kepada Firli Bahuri yang mengemban tugas sebagai Ketua KPK dengan menepuk bahu anggota polisi aktif itu.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo yang turut hadir juga memberikan ucapan selamat kepada lima komisioner terpilih.

Sebelum pengesahan, Fahri mengungkapkan sebanyak 299 anggota Dewan yang tercatat hadir dan izin dari 560 anggota Dewan. Dengan demikian, 261 anggota Dewan tidak hadir.

"Berdasarkan catatan, anggota yang menandatangani daftar hadir adalah 187, izin 112. Karena itu 299 yang dicatat Setjen dari 560 anggota dengan kehadiran seluruh fraksi," kata Fahri.

Terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meminta seluruh pegawai dan pejabat KPK membantu lima pimpinan baru yang telah disahkan DPR dalam Rapat Paripurna.

(Tribun Network/fik/ham/mam/wly) (Kompas.com/Kristian Erdianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas