Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Sebut MK Bakal Kebanjiran Judicial Review UU KPK

Padahal, lanjut Kurnia, RUU KPK tidak masuk dalam Prolegnas tahun 2019 sehingga telah terjadi pelanggaran formil.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in ICW Sebut MK Bakal Kebanjiran Judicial Review UU KPK
Tribunnews/JEPRIMA
Massa Koalisi Masyarakat Menyelamatkan KPK menggelar aksi menolak Revisi UU KPK yang telah disahkan DPR di depan gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019), massa aksi mayoritas menggunakan pakaian berwarna hitam. Mereka membentangkan poster bertulisan DPR Tuli Jokowi Budeg Tolak Revisi UU KPK dan #ReformasiDikorupsi. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna sebagai produk cacat hukum. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan revisi UU KPK tidak masuk dalam program legislasi nasional (Proglegnas) 2019. Menurutnya, elemen masyarakat sipil akan berbondong-bondong melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Karena dinilai produk cacat hukum, diyakini akan banjir JR di MK. Ketika itu benar-benar terjadi maka harusnya pemerintah dan DPR malu karena legislatif menciptakan aturan yang buruk," kata Kurnia kepada wartawan, Rabu (18/9/2019).

Kurnia mengatakan narasi yang dibangun DPR dan pemerintah yang menyebut revisi UU KPK sebagai upaya penguatan KPK telah terbantahkan.

Baca: Formappi: Mekanisme Pembahasan Revisi UU KPK Timbulkan Preseden Buruk

Pasalnya, poin-poin dalam revisi tersebut justru berpotensi  melemahkan kinerja KPK.

"Substansinya hampir keseluruhan sangat mudah untuk didebat yang mungkin dapat dikatakan bermasalah, karena akan melemahkan KPK dan memeperlambat penegakan hukum korupsi yang dilakukan oleh KPK," ujarnya. 

"Karena sangat mudah publik menangkap, ini melemahkan KPK untuk melakukan JR di MK," kata Kurnia menambahkan. 

Berita Rekomendasi

Menurut Kurnia, pengesahan RUU KPK cacat formil. Dia menyebut DPR tidak taat dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan. 

Pada pasal 45 ayat (1) UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa pembahasan sebuah RUU harus berdasarkan Prolegnasm

Padahal, lanjut Kurnia, RUU KPK tidak masuk dalam Prolegnas tahun 2019 sehingga telah terjadi pelanggaran formil. 

"Tidak mungkin Prolegnas Prioritas 2017 itu disahkan 2019 ditengah Prolegnas Priorotas 2019 masih banyak yang belum dituntaskan oleh DPR," ujarnya. 

Selain tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2019, kata Kurnia, rapat paripurna di DPR pun tak memenuhi kuorum.

"Ketika Paripurna juga tadi dihadiri 80-100 orang saja, yang mana tidak mencapai kuorum," katanya. 

Oleh sebab itu, Kurnia meyakini masyarakat yang mendukung kinerja KPK akan berbondong-bondong melakukan uji materi UU 30/2002 di MK. 

"Pasti akan banyak elemen masyarakat ataupun orang yang akan mengajukan uji materi terhadap UU yang baru saja disahkan DPR. Poinnya bisa di Formil dan lainnya banyak," ujar Kurnia.

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK pada Selasa, 17 September 2019.

Sejumlah perubahan kedudukan KPK dalam revisi UU tersebut adalah: (1) Kedudukan KPK sebagai lembaga dalam rumpun eksekutif, (2) Seluruh Pegawai KPK adalah ASN, (3) Penyadapan dan Penggeledahan Harus Seizin Dewan Pengawas, (4) Kehadiran Dewan Pengawas di bawah Presiden, (5) KPK berwenang untuk melakukan penghentian Penyidikan dan Penuntutan.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas