Pernyataan Imam Nahrawi Sebelum Jadi Tersangka: Mengaku Lupa dan Grogi saat Bersaksi di Pengadilan
Berita terkini Menpora Imam Nahrawi tersangka, inilah sederet ucapan menpora Imam Nahrawi untuk kasus dana hibah KONI.
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Imam Nahrawi resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah KONI dari Kemenpora.
Dalam perjalanan kasus tersebut, Imam Nahrawi pernah melontarkan sejumlah kalimat menyikapi proses penyelidikan dugaan korupsi.
Apalagi Staf Pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, sebelumnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menguak kasus.
Tribunnews.com merangkum dari berbagai sumber sederet kalimat Imam Nahrawi sebelum ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.
Baca: BREAKING NEWS: KPK Tetapkan Menpora Imam Nahrawi jadi Tersangka Korupsi
1. Mengaku Lupa dan Grogi
Diberitakan Kompas.com pada 29 April 2019, Imam Nahrawi mengaku gugup saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/4/2019).
Imam sampai kesulitan saat menjawab pertanyaan yang diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Maaf saya lupa, saya agak grogi," kata Imam saat menjawab pertanyaan jaksa.
Awalnya, Imam ditanyakan seputar struktur asisten deputi yang berada di bawah Deputi IV Kemenpora Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.
Akhirnya, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Imam.
Dalam penyidikan, Imam pernah menjelaskan satu per satu asisten deputi di Deputi IV Kemenpora.
Masing-masing yakni, asisten deputi tenaga olahraga, asisten deputi pembibitan olahragawan dan asisten deputi olahraga prestasi.
Kemudian, ada juga asisten deputi penerapan iptek keolahragawan.
2. Bantah Perintah Ulum Bahas Uang Pelicin
Diberitakan Tribunnews.com pada 5 Juli 2019, Imam Nahrawi membantah memerintahkan staf pribadinya, Miftahul Ulum untuk membahas uang pelicin dengan dua pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) terkait pencairan dana hibah.
Pejabat KONI yang dimaksud yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.
Hal itu disampaikan Imam saat menjawab pertanyaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
"Apakah Saudara pernah menugaskan Pak Ulum datang ke KONI untuk berkoordinasi terkait kickback atau uang pelicin?" tanya jaksa Ronald.
"Tidak pernah. Tidak pernah saya menugaskan (Ulum) untuk berkoordinasi soal yang disampaikan, Pak jaksa," kata Imam.
Ia juga tak mengetahui soal adanya suap yang diberikan dua pejabat KONI ke Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanto.
"Saya tidak tahu adanya uang kickback atau uang pelicin ke mereka sampai operasi tangkap tangan (OTT) baru saya tahu dari berita," kata dia.
Imam mengaku tidak pernah memerintahkan Ulum untuk membahas hal-hal semacam itu dengan pejabat KONI.
Sebab, hal tersebut tak sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi yang diberikan Imam ke Ulum.
"Itu bukan tupoksi, bukan tugas yang diberikan oleh saya kepada aspri, sespri maupun ajudan," ujar dia.
Mendengar jawaban Imam, jaksa Ronald pun mengingatkan Imam sudah disumpah sebelum persidangan.
"Kita tanyakan ini karena saksi lain ada yang mengatakan seperti itu makanya kami ingin tanyakan ke Saudara, tidak pernah?" tanya jaksa Ronald lagi.
"Tidak pernah," jawab Imam.
Sebelumnya, Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini Ending Fuad Hamidy terbukti memberikan uang Rp 11,5 miliar kepada Imam.
Pemberian uang itu melalui staf pribadi Imam, Miftahul Ulum dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.
Keyakinan hakim itu disampaikan dalam pertimbangan putusan terhadap Ending Fuad Hamidy yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/5/2019).
Menurut hakim, staf Imam, Miftahul Ulum, menerima uang dengan rincian, Rp 2 miliar pada Maret 2018. Penyerahan di Kantor KONI.
Kemudian, Rp 500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI.
Selanjutnya, Rp 3 miliar melalui staf protokol Arief Susanto yang menjadi orang suruhan Ulum.
Setelah itu, Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada Mei 2018. Selanjutnya, penyerahan Rp 3 miliar dalam mata uang asing.
Uang diserahkan sebelum Lebaran di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.
3. Tanggapi KPK Bakal Tetapkan Tersangka Baru
Sementara pernah diberitakan Kompas.com pada 31 Juli 2019, KPK memberikan sinyal bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus dana hibah sebesar Rp 11,5 miliar yang menjerat Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy.
Hamidy sebelumnya divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan dihukum membayar denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Menpora Imam Nahrawi angkat bicara soal bakal adanya penetapan tersangka baru di institusi yang ia pimpin tersebut.
"Nggak tahu, sudah di pengadilan (kasusnya)," kata Imam saat meninjau gedung venue boling di kompleks Jakabaring Sport City (JSC) Palembang, Rabu (31/7/2019).
Imam pun menyangkal telah menerima uang suap tersebut.
Bahkan, menurutnya, tak ada bukti yang menguatkan dirinya menerima suap itu.
"Mana? Nggak ada bukti. Masih muncul pertanyaan itu?" tanyanya.
KPK Tetapkan Menpora Tersangka Korupsi
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Imam Nahrowo jadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait dana hibah KONI dari Kemenpora.
"Dalam penyidikan tersebut ditetapkan dua orang tersangka yaitu IMR (Imam Nahrawi) dan MIU (Miftahul Ulum)," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (18/9/2019).
• Bahaya Foto Acungkan Dua Jari Bentuk V Alias Peace, Ini Penjelasannya
Adapun Miftahul merupakan asisten Menpora yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, dilansir Kompas.com, Alex menuturkan, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14,7 miliar melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.
"Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26,5 juta tersebut diduga merupakan commitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018," ujar Alex.
Akibat perbuatannya, Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Selasa (18/12/2018) malam.
Pada kasus awal, KPK menjerat lima orang tersangka yaitu Ending Fuad Hamidy, Johnny E Awuy, Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.
Sebelumnya, KPK memberi sinyal ada tersangka baru di suap dana hibah Kemenpora untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menegaskan, KPK masih mencari waktu mengumumkan hal itu.
"Nanti kita lihat, kalau saatnya ada nanti kita sampaikan. Nanti kita umumkan," ujar Saut kepada pewarta, Selasa (30/7/2019).
Saut menjawab diplomatis saat dikonfirmasi kembali adanya tersangka baru tersebut.
Ia meminta publik bersabar dan memberikan waktu merampungkan proses pengusutan.
"Saya belum bisa umumkan tapi kita tunggu saja, kalau saya bilang itu nanti kalian menerka-nerka," katanya.
Nama Menpora Imam Nahrawi dan staf pribadinya Miftahul Ulum memang paling santer disebut terlibat dalam kasus ini.
Dalam sejumlah persidangan, nama keduanya disebut kecipratan uang haram dari dana hibah untuk KONI tersebut.
Dalam putusan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini uang senilai Rp 11,5 miliar mengalir ke Imam Nahrawi.
Uang suap dana hibah Kemenpora kepada KONI itu diserahkan Fuad kepada Imam melalui Ulum dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.
Ulum menerima uang sebanyak Rp2 miliar di Kantor KONI pada Maret 2018.
Ulum kembali menerima duit sebesar Rp500 juta di ruang kerja sekjen KONI pada Februari 2018.
Selanjutnya, uang sebesar Rp3 miliar juga diterima Arief Susanto yang merupakan orang suruhan Ulum.
Ulum juga menerima uang sebesar Rp3 miliar di ruang kerja sekjen KONI pada Mei 2018.
• UU KPK Hasil Revisi Bisa Dibatalkan, Ini Cara yang Bisa Ditempuh
Terakhir, Ulum menerima uang sebesar Rp3 miliar dalam pecahan mata uang asing di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.
Menurut hakim, meski Imam dan stafnya membantah menerima uang, pemberian uang itu diakui para terdakwa dan saksi lainnya.
Dalam putusannya, Hamidy divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan dihukum membayar denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Hamidy terbukti menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.
Perbuatan itu dilakukan Hamidy bersama-sama dengan Bendahara KONI Johny E Awuy.
Hamidy dan Johny terbukti memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp300 juta kepada Mulyana.
Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp100 juta.
Kemudian, Johny dan Hamidy juga memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Hamidy juga memberikan uang Rp215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
Pemberian hadiah bertujuan agar Mulyana dan dua orang lainnya membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora yang akan diberikan kepada KONI.
KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.
Termasuk, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018.
(Tribunnews.com/Kompas.com)