ICJR: Kalau Pasal Penghinaan Presiden Sampai Disahkan, Bisa Disebut Membangkang Terhadap Konstitusi
"MK sampai ngomong begitu. Ketika itu ada nanti, maka sebenarnya kita membangkang terhadap konstitusi," katanya
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) menilai pasal penghinaan presiden tertuang dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bertentangan dengan amanat konstitusi.
Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, menyebut Mahkamah Konstitusi sendiri melalui putusannya juga telah mengatakan bahwa penghinaan presiden dalam masyarakat demokrasi tidaklah relevan lagi.
Baca: PKS Tak Setuju Jokowi Minta DPR Tunda Sahkan RKUHP
Ia juga mengatakan hakim konstitusi sendiri telah menegaskan pasal penghinaan presiden dan peraturan serupa tak diperbolehkan ada dalam reformasi hukum pidana Indonesia.
"MK sampai ngomong begitu. Ketika itu ada nanti, maka sebenarnya kita membangkang terhadap konstitusi karena pertimbangan MK yang menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden yang enggak boleh ada, itu enggak diperhatikan oleh perumus RKUHP," ujar Maidina di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
Selain itu, hakim konstitusi juga disebutnya meminta agar pasal yang memicu hubungan tidak setara antara pejabat dan rakyat tidak diperbolehkan dalam RKUHP.
Ia menilai Jokowi mengetahui sejumlah pasal dalam RKUHP memiliki potensi untuk menjadi masalah.
Karena itulah, Maidina menunggu langkah nyata dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menolak pengesahan RKUHP oleh DPR.
Baca: Aliansi Indonesia Cinta Keluarga Tolak Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual
"Karena tinggal di tingkat I, kita minta presiden bisa melakukan sesuatu di rapat paripurna, di tingkat I. Kan draf-nya itu bisa disahkan di tingkat I jika ada persetujuan antara presiden dan DPR. Ya kita nunggu langkah nyata presiden (untuk menolak)," kata dia.
"Kita yakin presiden mulai tahu pasal-pasal yang bermasalah yang akhirnya akan menghambat kerja-kerja demokratis dari pemerintahan presiden, ya kita harapkan lah kalau sekarang belum dibicarakan mungkin nanti dalam agenda formalnya presiden bisa ambil sikap," imbuhnya.
Penuh nuansa kolonialisme
Baca: Tunda Pengesahan RKUHP, Presiden Didesak Segera Terbitkan Perppu KPK
Sementara itu, Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai, nuansa kolonialisme begitu kental terasa dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sejumlah pasal dalam RKUHP dianggap bermasalah dan justru mengembalikan Indonesia ke masa sebelum merdeka.
"Nuansa bahwa itu kembali ke kolonialisme jadi lebih terasa dibandingkan slogan para pembentuk RKUHP yang mengatakan ini adalah dekolonialisasi. Jadi berseberangan," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2019).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.