Periksa Pihak Swasta, KPK Telisik Tiga 'Commitment Fee' Terkait Dana Hibah KONI
KPK memeriksa pihak swasta bernama Alverino Kurnia sebagai saksi kasus suap dana hibah KONI untuk tersangka mantan Menpora Imam Nahrawi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pihak swasta bernama Alverino Kurnia sebagai saksi kasus suap dana hibah KONI untuk tersangka mantan Menpora Imam Nahrawi.
Dalam pemeriksaan, KPK mendalami tiga commitment fee dana hibah antara Imam Nahrawi dengan KONI.
"Dalam penyidikan ini, kami menduga sebagian suap terkait dengan proses pengurusan sampai dengan pencairan proposal hibah KONI merupakan commitment fee terkait tiga hal," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (20/9/2019).
Baca: Makan Biji Kopi Ternyata Tradisi Lama, Aman dan Banyak Manfaatnya, Tapi Ini Dampaknya
Baca: Menkumham Akui RUU KUHP Kurang Sosialisasi
Sebelum Alverino, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap lima orang saksi.
Mereka berasal dari unsur pengelola anggaran dan keuangan KONI.
Tiga hal yang didalami KPK di antaranya;
Pertama, commitment fee terkait anggaran fasilitas bantuan untuk dukungan administrasi KONI mendukung persiapan Asian Games 2018.
Kedua, commitment fee terkait anggaran fasilitas bantuan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga keolahragaan KONI pusat tahun 2018.
Baca: Misteri Kematian Model Cantik, Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Lobi Terlihat Dibawa Masuk ke Lift
Ketiga, commitment fee terkait bantuan pemerintah kepada KONI terkait pelaksanaan pengawasan dan pendampingan pada kegiatan peningkatan prestasi olahraga nasional.
Untuk mengetahui ke mana saja aliran dana dan uang yang diterima Imam Nahrawi, KPK juga melakukan penelurusuran terhadap aset Imam Nahrawi.
Febri mengimbau bagi warga yang mengetahui aset Imam Nahrawi untuk melapor ke call center KPK.
"KPK juga akan memaksimalkan penelusuran aset untuk kepentingan pengembalian uang ke negara nantinya. Jika masyarakat memiliki informasi kepemilikan aset tersangka, silakan memberikan informasi melalui pengaduan masyarakat di KPK atau menghubungi Call Center KPK di 198," kata Febri.
Ditetapkan tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum sebagai tersangka.
Keduanya dijerat dalam kasus dugaan suap terkait Penyaluran Pembiayaan dengan Skema Bantuan Pemerintah Melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018.
"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang mulai dari proses penyidikan hingga persidangan dan setelah mendalami dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Alexander Marwata menjelaskan, dalam rentang 2014-2018 Imam Nahrawi selaku Menpora melalui Miftahul Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp14.700.000.000.
Baca: Benda Purbakala Tersingkap Saat Pembangunan Rest Area di Dieng
Baca: Resiko Setiap Warga Negara Alami Kekerasan Seksual Terus Meningkat kata Ketua IFLC
Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam Nahrawi diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11.800.000.000.
Sehingga total dugaan penerimaan Rp26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
"Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Alexander Marwata.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," sambungnya.
Baca: Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau Ungkap Peran KPK Bantu Karhutla: Pak Karni 2020 akan Pilkada
Para tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, kata Alexander, proses penyelidikan sudah dilakukan sejak 25 Juni 2019.
KPK juga telah memanggil Imam Nahrawi sebanyak 3 kali, namun ia tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut, yaitu pada 31 Juli, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR untuk memberikan keterangan dan klariflkasi pada tahap penyelidikan," katanya.