Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus Nasdem Pesimis Revisi KUHP Bisa Disahkan DPR Periode Mendatang

Taufiqulhadi mengaku sedih dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR untuk menunda pengesahan RUU KUHP.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Politikus Nasdem Pesimis Revisi KUHP Bisa Disahkan DPR Periode Mendatang
Tribunnews.com/Dennis Destryawan
Anggota Panja RUU tentan KPK Teuku Taufiqulhadi 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Panja Revisi KUHP dari Fraksi partai NasDem, Taufiqulhadi mengaku sedih dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR untuk menunda pengesahan RUU KUHP.

"Ya, pasti sedih. Itu karya anggota dewan yang ingin kami persembahan kepada bangsa ini," ujar Taufiqulhadi saat dihubungi, Jumat (20/9/2019).

Menurutnya selama 4 tahun pembahasan revisi KUHP, Komisi III DPR RI selalu berpijak pada kepentingan masyarakat.

Baca: Menkumham Bantah Hukuman Bagi Koruptor Dalam RUU KUHP Lebih Ringan

Komisi III DPR RI menginginkan KUHP sebagai dasar hukum di Indonesia bukan lagi warisan belanda melainkan karya anak bangsa.

"Kami ingin melakuan dekolonialisasi hukum pidana nasional," katanya.

Dengan penundaan pengesahan revisi KUHP, Taufiqulhadi pesimis Indonesia ke depannya bakal memiliki KUHP sendiri.

Berita Rekomendasi

Karena menurutnya masyarakat pendukung KUHP tanpa revisi sangat besar.

Baca: Periksa Pihak Swasta, KPK Telisik Tiga Commitment Fee Terkait Dana Hibah KONI

"Mereka (pendukung KUHP exisiting) justru menekan pemerintah untuk menolak sebuah UU yang berspektif pancasila. Dengan alasan pelanggaran HAM," katanya.

Meskipun demikian, pihaknya akan mendukung permintaan presiden tersebut.

Sebagai fraksi dari partai koalisi pemerintah, NasDem akan mengawal keinginan presiden tersebut.

"Tapi karena presiden telah memintanya, kami setuju dengan permintaan presiden untuk menunda pengesahannya hingga periode depan," katanya.

14 pasal perlu ditinjau kembali

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat ada sekitar 14 pasal di dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang perlu ditinjau kembali dengan seksama. 

"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal (perlu ditinjau kembali)," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9/2019).

Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak. 

"Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi yang ada," tutur Jokowi. 

Baca: RUU Pemasyarakatan: Napi Bisa Pulang ke Rumah dan Nge-mall

Melihat kondisi tersebut, Jokowi pun mengaku telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan ke DPR bahwa revisi KUHP tidak disahkan pada periode ini. 

"Pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahan tidak dilakukan DPR periode ini. Saya harap DPR punya sikap sama sehingga pembahasan RUU KUHP dilakukan dpr periode berikutnya," ucap Jokowi.

Diketahui, terdapat enam isu krusial dalam revisi KUHP, di antaranya: 

1. Penerapan asas legalitas pasif. Berdasarkan asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak tertulis dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta asas-asas hukum lainnya. 

2 Perluasan pertanggungjawaban pidana.  Korporasi kini bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.

3. Penerapan doktrin ultimum remedium, yakni sistem pemidanaan diatur dengan tujuan tidak menderitakan tapi memasyarakatkan dan pembinaan. 

4. Pidana mati kini merupakan pidana yang sifatnya khusus yang selalu diancam secara alternatif. Artinya harus diancamkan dengan pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.  Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati.

5. RUU KUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan terhadap berbagai jenis tindak pidana yang telah ada di KUHP dan undang-undang terkait lainnya. RUU KUHP telah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat modern. 

6. Pengaturan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP diatur dengan kriteria-kriteria yang jelas dan pasti. Dikategorikan sebagai tindak pidana khusus, untuk merespon perkembangan teknologi dan komunikasi yang telah mempengaruhi kejahatan yang lebih luas,  lintas batas, dan terorganisir. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas