Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Khusus dengan Masinton Pasaribu, Inisiator Revisi UU KPK: Kami Ingin Kembalikan Fungsi KPK

Anggota Komisi III DPR RI itu juga membicarakan dua poin yamg dinilai krusial, yakni soal penyadapan dan Dewan Pengawas KPK.

Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Wawancara Khusus dengan Masinton Pasaribu, Inisiator Revisi UU KPK: Kami Ingin Kembalikan Fungsi KPK
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Politikus PDIP Masinton Pasaribu 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sudah sah. Kementerian Hukum dan HAM tinggal memberikan nomor terhadap aturan mengenai lembaga antirasuah tersebut.

Anggota Panja (Panitia Kerja) RUU KPK, Masinton Pasaribu menceritakan saat rapat tertutup semua fraksi menyetujui poin-poin yang direvisi dengan empat substansi, yakni penyadapan, dewan pengawas, SP3, dan kepegawaian KPK.

Anggota Komisi III DPR RI itu juga membicarakan dua poin yamg dinilai krusial, yakni soal penyadapan dan Dewan Pengawas KPK.

Berikut petikan wawancara Tribun dengan Masinton Pasaribu:

Baca: Dendam Barbie kumalasari ke Ruben Onsu Pasca Fotonya Dicrop, Istri Galih: Kita Berhak Follow Siapa

Baca: Cerita Pilot Pria dan Wanita yang Berhasil Melewati Segitiga Bermuda

Baca: Teror Ninja di Purworejo yang Meresahkan, Masuk ke Kamar Warga saat Dini Hari lalu Cium Korbannya

Baca: DOWNLOAD Kumpulan Lagu Cover Emma Heesters Hanya Rindu hingga I Love You 3000 Unduh MP3 di Sini!

TRIBUN: Saat rapat Panja RUU KPK di Baleg dengan pemerintah pada Kamis, Jumat, dan diakhiri Bamus, itu tertutup sifatnya. Bagaimana gambaran situasinya saat itu?

MASINTON: Secara substansi sudah sepakat semua, poin-poin yang akan direvisi, empat substansi penyadapan, dewan pengawas, SP3, status pegawai KPK. Yang kita bahas itu adalah komposisi Dewan Pengawas, ketika usulan dari DPR, adalah unsurnya Dewan Pengawas dari DPR dan Presiden, seperti hakim MK, ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kemudian ketika Presiden memberikan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) itu cukup dari Presiden saja. Kemudian ada dua fraksi, Partai Gerindra dan PKS, berpandangan bahwa tetap dengan ide awal, unsurnya DPR dan Presiden. Partai Demokrat tidak menyampaikan catatan saat itu. Jadi kita secara substansi tidak ada masalah, itu hanya jadi catatan saja.

Berita Rekomendasi

TRIBUN: Ini kan RUU KPK revisinya sudah disahkan, dan Presiden memiliki waktu 30 hari untuk mengesahkan ini menjadi UU KPK, berarti pimpinan KPK sekarang belum bisa menjalani aturan ini, atau bagaimana?

MASINTON: Nanti tunggu diundangkan dan diumumkan oleh pemerintah. Jika presiden tidak mengundangkan dan mengumumkan ya otomatis tetap berlaku.

TRIBUN: Proses revisi UU KPK ini membuat masyarakat terpecah belah, ada yang mendukung, ada juga yang menolak. Bahkan sampai hari ini, gelombang diantara keduanya terus ada. Anda melihatnya bagaimana?

MASINTON: Pertama, terkait KPK pasti ada pro dan kontra, dan itu menampakan antusiasme masyarakat di agenda pemberantasan korupsi tetap tinggi. Jadi sebenarnya itu baik.

Kalau yang enggak boleh adalah di internal KPK, oknum pegawai itu enggak boleh menolak keputusan politik negara, karena mereka digaji negara. Kalau di masyarakat itu baik, menambah khazanah, perspektif, pemikiran, baik di DPR maupun pemerintah.

TRIBUN: Dari pro kontra di masyarakat, berarti membuka kemungkinan ada yang mengambil langkah judicial review di Mahkamah Konstitusi. Kawan-kawan di DPR bagaimana?

MASINTON: Terkait uji materi ya memang salurannya disediakan. Itu saluran demokrasi dan konstitusi itu memang seperti itu. Pasal apa yang mau diuji materi, dan pasal mana yang bertentangan dengan UUD.

Karena kan uji materi berkaitan dengan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD, atau konstitusi itu. Tapi kalau nanti semua sudah membaca detail, utuh, pasal per pasal dalam UU KPK ini, saya rasa yang tadinya menolak bisa menerima dan memahami. Ini kan revisi ini tidak ada menghilangkan unsur kewenangan yang dimiliki oleh KPK, misalnya penyadapan tetap.

TRIBUN: Tapi penyadapan ini dengan seizin Dewan Pengawas seperti dalam Pasal 12B Revisi UU KPK?

MASINTON: Iya itu kan mengatur supaya penyadapan ini bisa dipertanggungjawabkan.

TRIBUN: Apa tidak khawatir ini bisa bersifat politis? Karena mungkin kasusnya akan bocor atau bahkan diperjualbelikan begitu?

MASINTON: Kami bikin ini dan tetap meletakkan KPK sebagai lembaga lex specialis. Maka, izin itu tidak perlu ke pengadilan, tetap di mekanisme internal lewat Dewan Pengawas.

Lazimnya kan memang harus ke pengadilan. Karena kita tetap meletakkan KPK sebagai lex specialis, maka kita taruh di internal. Lagipula, Dewan Pengawasnya itu kita pilih orang-orang yang berintegritas, punya komitmen tinggi terhadap ageenda pemberantasan korupsi, dan punya rekam jejak yang baik.

Bukan orang yang mudah disuap. Sebaik apa pun sistemnya, yang bakal menduduki jabatannya di situ (Dewan Pengawas) integritas dan komitmennya rendah, tetap saja dia pasti gunakan celah untuk melakukan penyelewengan atas kewenangan yang dimiliki. Jadi yang kita pilih harus punya integritas dan komitmen tinggi terhadap agenda pemberantasan korupsi

TRIBUN: Tadi anda menyebut Dewan Pengawas dari nantinya akan dipilih oleh Presiden langsung, apa akan ada panitia seleksi seperti halnya Pansel Capim KPK?

MASINTON: Dewan Pengawas untuk periode 2019-2023 ini pertama kali diangkat dan ditunjuk oleh presiden, karena ketentuan peralihannya seperti itu. Untuk peridoe berikut, baru melalui mekanisme pansel dan diuji kepatutan dan kelayakannya.Dewan Pengawas ini dalam UU KPK yang sudah direvisi menggantikan posisi penasihat KPK.

TRIBUN: Dalam draft yang kami terima, di Pasal 21 ayat 1 UU KPK yang sudah direvisi, disebutkan Dewan Pengawas terlebih dahulu, baru Komisioner KPK lalu Pegawai KPK. Secara spesifik, apakah posisi Dewan Pengawas berada di atas pimpinan atau setara atau bagaimana?

MASINTON: Dewan Pengawas ini posisinya lebih kepada koordinatif saja, tidak instruktif sampai hal-hal teknis operasional. Teknis operasional itu tetap dikepalai oleh komisioner. Kalau Dewan pengawas hanya mengawasi dalam konteks pro justicia, penerapannya, kemudian pengawasan terhadap etik para pegawai dan pimpinan KPK. Teknisnya itu tetap di lima pimpinan atau komisioner itu.

TRIBUN: Anda dikenal publik sebagai orang yang terus mengkritik KPK, bersama Fahri Hamzah dan beberapa nama legislator lainnya. Sekarang tampaknya lewat disahkannya RUU KPK, apakah ini artinya bahwa tujuan anda sudah tercapai atau bagaimana?

MASINTON: Saya berpandangan dalam keyakinan saya, setelah melihat UU 30 tahun 2002 tentang KPK dan penerapannya, maka UU ini harus direvisi.

Dalam penerapannya, meski tidak semua perkara, ada celah yang rentan untuk disalahgunakan. Contohnya misalnya ada penyadapan, kapan akan digunakan, dalam konteks apa. Kita melihat di pengadilan, hasil rekaman yang tidak berkaitan dengan perkara. Kemudian ada juga yang memperoleh status tersangka, tapi tidak mendapatkan kepastian.

Dalam praktiknya, KPK menggunakan SOP internal dan kerap mengabaikan prinsip-prinsip penerapan hukum acara, padahal hukum acara mengikuti KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Itulah maka, celah-celah tersebut yang ingin kami perbaiki. Berkaitan dengan kerugian negara di bawah Rp 1 miliar, itu kita atur ketat. Wajib dilimpahkan ke kepolisian dan kejaksaan lewat supervisi KPK. Jadi kita sebenarnya mengembalikan khitoh atau semangat para pembentuk UU KPK ini untuk melakukan pemberantasan korupsi lewat revisi UU ini.

TRIBUN: KPK dan sejumlah komisioner bisa dikatakan terus melawan berkaitan dengan proses revisi UU KPK ini, karena ini dinilai upaya melemahkan, bagaimana Anda melihatnya?

MASINTON: Dalam praktiknya, selama 8 tahun ke belakang ini, KPK cenderung menafsirkan sendiri kewenangan-kewenangan yang diberikan UU kepada KPK. Kita ini ingin mengembalikan fungsinya kok, dengan semangat dan agenda pemberantasan korupsi yang selama ini dibangun.

TRIBUN: UU KPK hasil revisi sudah disahkan di paripurna, apa yang ingin anda katakan kepada publik, pegiat antikorupsi, atau kepada KPK sendiri secara khusus?

MASINTON: Dengan UU no 30 tahun 2002 tentang KPK yang ssdah direvisi ini, bukan berarti kita mengesampingkan semangat antikorupsi, lalu melakukan perbuatan korupsi. Semua harus punya komitmen yang sama, baik penyelenggara negara, pejabat negara, pihak swasta, punya komitmen yang sama untuk melawan korupsi ini.

Revisi ini bukan untuk memberikan celah untuk melakukan korupsi, tidak. Ini hanya mengatur kewenangan KPK untuk memberantas korupsi lebih hebat lagi. Kita harus punya tanggung hawab yang sama, bahwa korupsi itu adalah tindakan yang paling merugikan bangsa kita.(Reza Deni)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas