Sekda Jabar Iwa Karniwa Pasrah Ditahan KPK
Iwa mengatakan dirinya akan kooperatif mengikuti seluruh proses hukum di KPK atas kasusnya. Ia pun berjanji mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Daerah (nonaktif) Pemprov Jawa Barat, Iwa Karniwa, usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta 2018 di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Iwa Karniwa ke luar dari Gedung KPK seusai pemeriksaan pada pukul 17.25 WIB.
Ia mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye dan tangan terborgol. Sejumlah petugas KPK menggiringnya ke dalam mobil tahanan.
Iwa mengatakan dirinya akan kooperatif mengikuti seluruh proses hukum di KPK atas kasusnya.
Ia pun berjanji mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Dan alhamdulillah tadi udah mendapatkan pemeriksaan secara baik dan profesional oleh penyidik dan saya akan ikuti proses. Mengenai substansi silakan ke penasihat hukum," kata Iwa saat digiring petugas KPK ke mobil tahanan.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Divisi Humas KPK, Yuyuk Andriyati menyampaikan penahanan tersangka Iwa Kurniwa dilakukan untuk kepentingan penyidikan.
Iwa ditahan di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
"Kami ingatkan agar tersangka kooperatif sehingga bisa dipertimbangkan sebagai alasan meringankan," kata Yuyuk.
Yuyuk juga mengatakan, saat ini KPK tengah mendalami informasi penting dari masyarakat tentang perbuatan lain yang dilakukan Iwa Kurniwa selama menjabat sebagai Sekda Jabar.
"KPK juga sedang mendalami informasi lain yang diterima dari masyarakat terkait yang bersangkutan (Iwa) selama menjadi Sekda," kata Yuyuk.
Iwa Kurniawa menjabat sebagai Sekda Jabar sejak 12 Oktober 2015 dan dinonaktifkan dari jabatannya pada 29 Juli 2019, karena terjerat kasus dugaan penerimaan suap di KPK.
KPK menetapakan Iwa Kurniwa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengurusan izin mega proyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekas, Jawa Barat.
Iwa diduga menerima suap sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi (RDTR).