Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Upaya Pencegahan Dinilai Lebih Efektif Atasi Masalah Kebakaran Hutan dan Lahan

Apalagi permasalahan karhutla cukup kompleks, selain disebabkan perilaku dan kepentingan banyak pihak juga dipengaruhi faktor iklim di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Upaya Pencegahan Dinilai Lebih Efektif Atasi Masalah Kebakaran Hutan dan Lahan
TRIBUN PEKANBARU/
PEKAT - Seorang warga sedang mencari sampah plastik di Sungai Siak, Pekanbaru yang diselimuti kabut asap pekat, Kamis (19/9). Kabut asap semakin pekat menyelimuti Kota Pekanbaru akibat dari kebakaran hutan dan lahan, Dinas Kesehatan menghimbau kepada masyarakat untuk mengurangi aktivitas diluar rumah dan harus mengenakan masker jika sedang diluar rumah. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dianggap lebih efektif diatasi dengan upaya memperkuat pencegahan daripada upaya penanganan seperti yang selama ini dilakukan.

Apalagi permasalahan karhutla cukup kompleks, selain disebabkan perilaku dan kepentingan banyak pihak juga dipengaruhi faktor iklim di Indonesia.

"Salah satu solusi yang paling efektif adalah mewajibkan upaya pencegahan kebakaran secara komprehensif. Ini harus dilaksanakan oleh masyarakat, korporasi, dan pemerintah sebagai pengawas," kata Guru Besar Ilmu Tanah dan Lingkungan Universitas Tanjungpura Profesor Gusti Z. Anshari, Minggu (22/9).




Selama ini pendekatan penanganan karhutla masih ad hoc dan program pencegahannya belum masif. Termasuk di lahan gambut yang kerap menjadi sorotan ketika terjadi karhutla.

Baca: Mulai Senin, Media Center Penanggulangan Karhutla Efektif Beroperasi

Anshori berpendapat upaya restorasi gambut yang telah dilakukan dalam kurun sekitar 3 tahun belakangan merupakan langkah tepat.

Sudah ada upaya manajemen air yang memastikan air tersedia sepanjang tahun dan saat musim kering kelemaban gambut tetap terjaga.

"Hanya, wewenang supervisinya belum seluas lahan gambut yang ada di Indonesia. Sebab, restorasi lahan gambut harus terus didukung dengan kegiatan pencegahan terfokus dan terkoordinasi dengan baik," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Termasuk perlu ada upaya lain seperti pengembalian fungsi lahan yang lebih terfokus.

Program pencegahan kebakaran yang termasuk upaya restorasi dan pengelolaan lingkungan pun harusnya dipisahkan dari program pemanfaatan gambut untuk produksi.

Saat ini, belum ada upaya tersebut dan fokusnya masih sebatas pembagian wewenang berdasarkan peruntukkan lahan saja.

"Restorasi dan pengelolaan lingkungan pada lahan gambut harusnya ditangani oleh satu lembaga seperti Badan Restorasi Gambut (BRG) yang bisa diperkuat peranannya," kata Anshari.

Saat ini BRG hanya memiliki wewenang pengawasan gambut di wilayah non-konsesi dan konsesi perkebunan saja. Adapun pengawasan wilayah konsesi perhutanan yang luasnya mencapai 1,2 juta hektar masih di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Berdasarkan pantauan satelit, 85 persen karhutla tahun ini justru terjadi di luar lahan gambut konsesi perkebunan. Wilayah konsesi perhutanan dan hutan lain jadi area yang paling banyak terbakar.

"Saat ini belum ada akses bagi BRG untuk masuk dan membantu supervisi pada konsesi perhutanan," ujarnya, melanjutkan.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga mencatat luas kebakaran di lahan gambut mengalami penurunan sebesar 2 persen.

Pada 2015, lahan gambut terbakar mencapai 29 persen dari total luasan karhutla. Hingga Agustus 2019, lahan gambut terbakar berada di angka 27 persen dari total luasan karhutla.

Meski hasilnya belum terlihat besar, upaya restorasi gambut yang mulai intens dilakukan sejak pembentukkan BRG pada 2016 bisa dibilang mulai membuahkan hasil. Sebab, hasil riil dari upaya restorasi gambut baru akan bisa nampak di atas 10 tahun.

"Mungkin bisa sampai 15 tahun baru akan terlihat hasilnya. Namun, sebagai salah satu upaya pencegahan karhutla, restorasi gambut harus tetap dilakukan berkesinambungan," kata Anshari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas