Muhammadiyah Konsisten Tolak RUU Pesantren Meskipun Sudah Disahkan DPR
Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya konsisten menolak rancangan undang-undang (RUU) Pesantren yang baru saja disahkan DPR RI, Selasa (24/9/2019).
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas menegaskan Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya konsisten menolak rancangan undang-undang (RUU) Pesantren yang baru saja disahkan DPR RI, Selasa (24/9/2019) siang.
"Ya tetap kami dan ormas islam lain konsisten menolak RUU Pesantren itu disahkan," ujar Busyro saat dihubungi Tribun, Selasa (24/9/2019) sore.
Ia beralasan, pengesahan tersebut terkesan dipaksakan.
Ia menjelaskan RUU tersebut harusnya dibahas Komisi X DPR RI, tetapi pembahasan dilakukan Komisi VIII.
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Rabu, 25 September 2019: Taurus Hadapi Kemungkinan dalam Urusan Cinta
Baca: Turis Asing Batal Liburan ke Bali karena Pasal Kontroversial dalam RKUHP
Baca: Situasi Terkini di Sekitar Semanggi: Massa Berusaha Kembali Mendekat ke Gedung DPR
"Jadi tampak sekali siapa berkepentingan, untuk siapa kan bisa disimpulkan itu," ucap dia.
Menurut dia, dengan disahkannya RUU tersebut, dikhawatirkan akan terjadi pemborosan anggaran.
Nantinya, menurut dia akan dibentuk kementerian tersendiri untuk mengurusi pesantren karena terpisah dari sistem pendidikan nasional yang sudah ada.
"Agendanya bukan RUU bukan tapi membikin undang-undang sendiri itu nanti merusak sistem tapi dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional gitu loh, rasional banget," kata dia.
Busyro mengatakan, langkah terdekat yang akan dilakukan pihaknya adalah memusyawarahkan dengan ormas lainnya.
Ia menyebut, pihaknya juga bakal mempertimbangkan mengajukan judicial review terkait undang-undang tersebut.
"Nanti kami rembuk dengan ormas-ormas yang kemarin. Nah ini faktor politik sedang kental, wajah politik brutal, radikal sehingga kalau mau mengajukan judicial review sekarang ini kami harus mempertimbangkan seksama. Kami lihat situasi sangat chaos, yang membuat chaos itu partai politik dan istana," jelasnya.
Sebelumnya, Muhammadiyah dan sejumlah ormas Islam meminta pemerintah menunda pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren.
Muhammadiyah keberatan lantaran RUU Pesantren, belum mengakomodir aspirasi Ormas Islam serta dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren.
Kemudian, materi RUU Pesantren harusnya dimasukkan dalam revisi Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Melalui surat tertanggal 17 September 2018, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengirimkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Selain Persyarikatan Muhammadiyah, Ormas Islam lain seperti Aisyiyah, Al Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Islam (PERSIS), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Nahdlatul Wathan (NW), Mathla'ul Anwar, Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), dan Pondok Pesantren Darunnajah, juga meminta pemerintah menunda pengesahan tersebut.
DPR sahkan RUU Pesantren
Rancangan Undang-Undang Pesantren resmi telah disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, (24/9/2019).
"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Pesantren disahkan menjadi Undang-undang," kata pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang kemudian disambut 'setuju' oleh peserta sidang.
Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong kemudian memaparkan hasil kerja panitia kerja RUU Pesantren. Menurutnya terdapat sejumlah poin krusial dalam RUU itu yang pembahasannya berjalan alot.
Baca: Usai Pelantikan Jokowi-Maruf Bakal Ada Pertemuan Kepala Daerah dan Wakil Rakyat Papua-Papua Barat
Pertama menurutnya yakn iperubahan nama RUU yang awalnya RUU tentang Pesantren dan pendidikan agama, menjadi RUU Pesantren.
Selain itu mengenai dana abadi Pesantren yang akan diambil dari dana abadi pendidikan. Selain itu, dengan adanya undang-undang pesantren, nantinya menurut Ali akan ada ijazah kelulusan yang memiliki kesetaraan dengan lembaga pendidikan formal lainnya.
Sementara itu pemerintah yang diwakili, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa dengan adanya RUU Pesantren, maka akan memperjelas pengakuan terhadap independensi pesantren.