Wapres Jusuf Kalla: Pemerintah Perlu Kaji Lagi Beberapa Pasal di RKUHP
"Ada beberapa pasal yang orang anggap, masyarakat anggap itu kurang pas, soal perzinahan misalnya," katanya
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah memerlukan waktu untuk mengkaji kembali beberapa pasal yang terdapat di revisi KUHP (RKUHP), sehingga tepat kini ditunda pengesahannya oleh DPR RI.
Hal itu diungkap JK disela-sela sidang majelis umum PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat, Selasa (24/9/2019).
Baca: Hadiri Sidang Umum PBB, Jusuf Kalla Tampil Sederhana dan Pilih Makan di Kantin Bersama Delegasi Lain
"Ada beberapa pasal yang orang anggap, masyarakat anggap itu kurang pas, soal perzinahan misalnya. Tentu banyak orang berbeda pendapat, tapi nanti DPR dan pemerintah mengkaji untuk pandangan itu bagaimana," kata Jusuf Kalla dalam keterangannya yang diterima Tribun, Rabu (25/9/2019).
Menurut Jusuf Kalla, masyarakat harus dilibatkan dengan memberikan masukan dan pandangan mengenai beberapa pasal yang dianggap kontroversial tersebut.
"Pemerintah sejalan untuk menunda, untuk dibahas lebih lanjut lagi di DPR. Memang RUU itu kan dibutuhkan juga public hearing atau pandangan publik," jelas Jusuf Kalla.
Aksi demonstrasi dilakukan mahasiswa di sejumlah kota di Indonesia seperti Jakarta, Makassar, Jambi, Samarinda, maupun Yogyakarta.
Di Jakarta, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus berkumpul sejak Selasa pagi di depan gedung DPR RI, Senayan.
Mereka memprotes pemerintah terkait RUU KUHP dan UU KPK.
Jusuf Kalla yang masih berada di New York memastikan akan memantau kondisi di Indonesia.
Baca: Di Majelis Umum PBB, Wapres Jusuf Kalla Tegaskan Indonesia Dukung Inisiatif Aksi Iklim Berbasis Laut
Sementara itu, pemerintah akhirnya melakukan penundaan pengesahan pada RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batubara serta RUU Pemasyarakatan.
"Saya belum tahu kondisi terkini karena di New York, tapi saya juga komunikasi dengan bapak presiden Jokowi untuk memberikan informasi apa yang terjadi sebenarnya," terang Jusuf Kalla.
Ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa pemerintah dan DPR sepakan akan menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-ungang Hukum Pidana (RKUHP).
Dikutip dari Kompas.com, pengesahan RKUHP ditunda hingga waktu yang tak ditentukan.
Ia mengatakan, bahwa titik temunya penundaan tersebut sampai waktu yang tidak ditentukan.
Jadi, pengesahannya bisa saja di periode selanjutnya.
Baca: Sampai Kapan RKUHP Ditunda? Ini Kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
Baca: Ketua DPR Bambang Soesatyo Kena Tembakan Gas Air Mata, Dievakuasi ke Ruang Pam Obvit
"Titik temunya penundaan sampai waktu yang tidak ditentukan, bisa sekarang periode ini atau yang akan datang. Artinya bisa periode yang akan datang," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Ia juga memastikan bahwa seluruh fraksi di DPR setuju penundaan pengesahan RKUHP sekaligus RUU Pemasyarakatan.
Penundaan tersebut diharapkan dapat menurunkan tensi publik.
"Tapi untuk menurunkan tensi dan penuhi apsirasi publik dan usulan presiden maka dua RUU (RKUHP) kami tunda," ujarnya.
Pasal-pasal yang Kontroversial di RKUHP
Beberapa pasal yang ada di RKUHP menuai banyak polemik di masyarakat.
Terdapat pula pasal yang dianggap merugikan masyarakat.
Di antaranya yakni denda Rp 500 juta yang menyebarluaskan penghinaan bagi pemerintah.
Dikhawatirkan akan mempengaruhi kebebasan pers.
Baca: TERKINI Jumlah Korban Demo Mahasiswa Tolak RKUHP dan RUU KPK hingga Pasal-pasal Kontroversial
Selain itu, RKUHP juga dianggap merugikan dan multi tafsir.
Berbagai penolakan muncul dari berbagai lapisan masyarakat termasuk mahasiswa.
Sejak Senin (23/9/2019), mahasiswa di berbagai daerah terus melakukan unjuk rasa menolak pengesahan RKUHP.
Selain RKUHP, UU KPK hasil revisi, serta isu lain juga menjadi perhatian massa aksi demo.
Lalu apa saja pasal kontroversial dalam RKUHP?
Berikut ini perubahan dalam pasal-pasal di RKUHP yang penuh kontroversi dikutip Tribunnews dari Youtube Kompas TV.
1. Pasal 278
"Setiap orang yang membairkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II."
Sanksinya yakni didenda Rp 10 juta.
Pasal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
2. Pasal 432
"Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang menganggu ketertibn umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I."
Sanksinya yakni denda paling banyak Rp 1 juta.
Pasal tersebut dinilai multitafsir dan rawan bisa untuk menghakimi warga yang berada di jalanan.
3. Pasal 417 ayat 1
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu tahun) atau denda kategori II."
Denda kategori II yakni sebesar Rp 10 juta.
Pasal ini dinilai terlalu masuk ranah privat dan dianggap tidak berpihak pada perempuan.
4. Pasal 419 ayat 1
"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II."
Denda yang dijatuhkan yakni sebesar Rp 10 juta.
Baca: Siang Ini akan Long March ke Gedung DPR RI, Ribuan Mahasiswa Luar Jakarta Kumpul di Kampus Trisakti
Baca: Depan Gedung DPR Dipenuhi Ribuan Mahasiswa, Jalan Gatot Subroto Arah ke Slipi Ditutup
5. Pasal 470 ayat 1
"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan."
Pasal ini dinilai diskriminatif terhadap korban pemerkosaan.
6. Pasal 471 ayat 1
"Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."
7. Pasal 219
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV, yakni maksimal Rp 200 juta."
8. Pasal 241
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V, yakni paling banyak sebesar Rp 500 juta."
Pasal-pasal tersebut dinilai mengancam kebebasan pers.
9. Pasal 604
Terkait perbuatan memperkaya diri, pelaku hanya mendapat ancaman penjara mininum 2 tahun dengan sanksdi denda Rp 10 juta.
10. Pasal 607 ayat 2
Terkait penyelenggaraan negara yang menerima hadiah atau janji, pelaku terancam maksimal pidana penjara selama 4 tahun dengan denda maksimal Rp 200 juta.
(Tribunnews.com/Renald/Miftah)