Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peneliti LIPI Sebut Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia

“Lahan gambut tidak pernah kering walaupun pada musim kemarau. Namun ketika air di permukaan gambut dikeluarkan, lahan akan sangat mudah terbakar.”

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Peneliti LIPI Sebut Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia
TRIBUN PONTIANAK/TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS
Seorang warga menggunakan baju spiderman bersama pemadam kebakaran Pandu Siaga memadamkan kebakaran lahan gambut di dekat Perumahan Nuansa Serdam Residence, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat (20/9/2019) sore. Aksi ini sebagai dukungan kepada petugas yang tak kenal lelah melaksanakan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menilai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan bukan terjadi karena faktor alam.

“Bencana kebakaran di lahan gambut bukan terjadi karena faktor alam,” tuturnya mengutip Kompas.com, Kamis (26/9/2019).

Baca: Hadapi Karhutla Perlu Pengawasan Kegiatan Korporasi dan Penegakan Hukum yang Tegas

Eko mengumpamakan lahan gambut sebagai spons yang terbuat dari sisa-sisa tumbuhan yang menyimpan karbon alami, sehingga tidak mudah lepas di udara dan menyerap banyak air.

“Lahan gambut tidak pernah kering walaupun pada musim kemarau. Namun ketika air di permukaan gambut dikeluarkan, lahan akan sangat mudah terbakar,” tuturnya.

Api yang memantik kebakaran di lahan gambut, menurut Eko, bukan berasal dari api alam seperti gunung berapi dan petir.

Sebagian besar lahan gambut di Indonesia jauh dari gunung berapi, sementara petir terjadi di musim hujan.

Baca: Undang Budayawan hingga Seniman, Jokowi Bahas Karhutla, Papua hingga RKUHP

Lalu apa alasan lahan gambut bisa terbakar?

BERITA REKOMENDASI

“Pertama, lahan gambut itu sudah sengaja dikeringkan setidaknya pada bagian atasnya. Kedua, ada manusia yang memantik api di permukaan gambut kering ini,” tutur dia.

Perkebunan Sawit

HAMPARAN SAWIT - Kendaraan rombongan Jelajah Energi Pertamax Borneo 2017 melintasi kawasan perkebunan sawit di kawasan Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Sabtu (16/12). Rombongan selanjutnya akan melanjutkan perjalanan sejauh 600km menuju Pontianak, Kalimantan Barat. TRIBUN KALTIM/Fachmi Rachman
HAMPARAN SAWIT - Kendaraan rombongan Jelajah Energi Pertamax Borneo 2017 melintasi kawasan perkebunan sawit di kawasan Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Sabtu (16/12). Rombongan selanjutnya akan melanjutkan perjalanan sejauh 600km menuju Pontianak, Kalimantan Barat. TRIBUN KALTIM/Fachmi Rachman (TRIBUN KALTIM/TRIBUN KALTIM/Fachmi Rachman)

Baca: Teknologi BioPeat akan Tanggulangi Penyebab Utama Karhutla

Untuk apa lahan sengaja dikeringkan pada bagian atasnya?

Eko menjelaskan, hal ini kerap dilakukan untuk membuat lahan pertanian dan perkebunan baru.

Termasuk kelapa sawit, yang menimbulkan kontroversi tak berujung di antara para pegiat lingkungan.


“Sejak pertengahan dekade pertama abad 21, banyak sekali lahan gambut di Kalimantan dan Sumatera dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit,” tutur Eko kepada Kompas.com, Kamis (26/9/2019).

Kebakaran hutan dan lahan perkebunan sawit rakyat terjadi di sejumlah tempat di Desa Bukit Kerikil Bengkalis dan Desa Gurun Panjang di Dumai, Riau, Senin (25/2/2019).

Eko menjelaskan sawit tidak bisa ditanam di lahan gambut jika muka air tanahnya tidak diturunkan.

Kasus karhutla tahun 1997 menurutnya tidak bisa dibantah.

Baca: BNPB Akui Banyak Anggota Satgas Karhutla Belum Gunakan Peralatan Standar

Kasus ini terkait pengeringan masif lahan gambut untuk proyek sawah 1 juta hektar di Kalimantan Tengah.

“Lebih dari 4.000 km kanal dibuat di lahan itu untuk membuang air gambut, sehingga muka air tanah di lahan tersebut turun,” lanjutnya.

Pengurangan Risiko Bencana

Pertamina Membantu Percepatan Penanggulangan Karhutla dengan Menurunkan Perwakilan Pekerja Guna Membantu Pemadam Kebakaran
Pertamina Membantu Percepatan Penanggulangan Karhutla dengan Menurunkan Perwakilan Pekerja Guna Membantu Pemadam Kebakaran (Pertamina)

Baca: Mabes TNI Akan Dibangun di Kutai Kertanegara Jika Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Ini Pertimbangannya

Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Deny Hidayati, memberikan beberapa rekomendasi kebijakan pengurangan risiko bencana.

“Penduduk harus dilibatkan dalam mengurangi risiko asap kebakaran hutan dan lahan dengan cara meningkatkan kesiapsiagaan penduduk desa,” tutur Deny dalam rilis LIPI.

Selain itu, pengetahuan konstruksi bangunan seperti rehabilitasi rumah dan sekolah untuk mengurangi masuknya asap juga sangat diperlukan.

Baca: Orangutan jadi Korban Karhutla di Ketapang, Begini Kondisinya

Rekomendasi lainnya adalah terkait aspek perekonomian peduduk desa.

“Perlu adanya program perlindungan seperti asuransi petani terhadap keberlanjutan penghidupan penduduk, terutama pertanian dan perkebunan yang menjadi pekerjaan utama sebagian besar penduduk desa,” ungkap Deny.

Penulis: Sri Anindiati Nursastri

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Peneliti LIPI: Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas