Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKS Sebut Tindakan Represif Kepolisian Bisa Memperluas Unjuk Rasa

Bukan hanya kepada pengunjuk rasa, namun juga kepada sejumlah wartawan yang meliput di lapangan

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in PKS Sebut Tindakan Represif Kepolisian Bisa Memperluas Unjuk Rasa
Tribunnews/Jeprima
Bentrok massa dengan aparat keamanan masih berlangsung hingga larut malam di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Rabu (25/9/2019). Sebelumnya, aksi unjuk rasa yang didominasi pelajar STM dengan agenda yang tidak jelas itu berakhir ricuh. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi Unjuk rasa menolak pengesahan Revisi KUHP, RUU Pemasayarakatan, serta UU KPK yang telah direvisi, begitu juga dengan kerusuhan massa kemarin cenderung ditangani secara represif oleh aparat kepolisian.

Bukan hanya kepada pengunjuk rasa, namun juga kepada sejumlah wartawan yang meliput di lapangan.

Baca: Masih Ada 2 Mahasiswa UIN Keberadaannya Tanpa Kabar, Seorang Dipastikan di Polda Metro Jaya

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PKS Ledia Hanifa meminta aparat bisa mengendalikan emosi.

Menurutnya jangan sampai langkah represif yang dilakukan aparat justru memperluas kerusuhan.

"Tetap harus hati-hati, artinya kan kejadiannya di berbagai daerah juga sama, ada beberapa tindakan-tindakan yang kita dengar, jangan sampai tindakan represif itu justru memancing, memperluas (unjukrasa), kita kan enggak pengen begitu," ujar Ledia di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (26/9/2019).

Ledia paham faktor psikologi di lapangan, yang mana aparat sudah berhari-hari bertugas.

Berita Rekomendasi

Namun menurutnya, hal itu bukan menjadi pembenaran untuk melakukan tindakan represif.

Pimpinan di lapangan menurut Ledia harus bisa mengatur rotasi pengamanan di lapangan.

"Jadi, yang harus diingatkan itu ya memang di aparat keamanan ini harus betul-betul dipikirkan lah oleh pimpinannya untuk menggilir yang di lapangan, terutama yang di lapangan sih, bagaimana mereka menggilirnya, bagaimana mereka istirahatnya, karena begitu mereka dalam kondisi yang lelah itu, potensi terjadi represif itu besar," katanya.

Ledia juga meminta kepada pengunjukrasa agar tidak memancing aparat untuk bertindak represif.

Karena bila pengunjukrasa memancing, maka aparat juga sulit untuk menahan diri.

Baca: Moeldoko Sebut Kritik Pemerintah Tidak Haram, Ketua BEM UGM: Tapi Kok Teman-teman Kita Ditahan?


Meskipun seharusnya aparat keamanan bisa mengendalikan diri karena sudah dilatih.

"Menurut saya gini, ada dua sisi ya, sisinya ketika kemudian yang demo mempeovokasi, ketika yang bertugas menjaga keamananya terprovokasi. Kan, udah jadi sulit mencari. Tapi bagaimanapun juga aparat keamanan juga mestinya melindungi, jadi ada tetap dua sisi yang mesti kita lihat itu. Jadi, memang kita sama sekali tidak membenarkan terjadinya tindakan anarkis, yang menjadi concern kita semua adalah menyampaikan pendapat itu dengan baik, kemudian tindakannya juga tidak represif," pungkasnya.

Demonstrasi 24 September

Demo mahasiswa di depan Gedung DPR RI berakhir ricuh pada Selasa (24/9/2019).

Kericuhan membuat suasana menjadi tidak kondusif sejak sore hari.

Dilansir Kompas.com, kericuhan bermula ketika sekumpulan mahasiswa memaksa masuk ke dalam Gedung DPR RI.

Polisi yang bersiaga di dalam gedung menembakkan air dari mobil water cannon ke arah mahasiswa untuk menghalau mereka.

Baca: 6 Fakta Demo Mahasiswa di Makassar: Berakhir Ricuh hingga Dugaan Penganiayaan 3 Jurnalis oleh Polisi

Baca: VIRAL Mahasiswa Purwokerto Ikut Demo Tolak RUU KUHP dan KPK Naik BMW Sambil Buka Sunroof

Setidaknya ada dua mobil water canon yang dikerahkan aparat kepolisian untuk menghalau mahasiswa yang berusaha menerobos masuk.

Keriuhan pun pecah dan mahasiswa melawan.

Mereka melempar polisi dengan botol, bambu, dan bebatuan.

Polisi pun menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa.

Polisi menembakan water bombing saat kericuhan dalam unjuk rasa di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Polisi menembakan water bombing saat kericuhan dalam unjuk rasa di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Kerumunan mahasiswa mulai terpencar.

Sebagian besar mahasiswa memilih menjauh dari pusat ricuh.

Mahasiswa terpencar melarikan diri ke sejumlah titik.

Tembakan gas air mata dan semprotan air dari water cannon akhirnya memukul mundur para mahasiswa.

Area depan Gedung DPR RI seketika bersih dari kerumunan para mahasiswa.

Mereka melarikan diri ke sejumlah titik seperti Stasiun Palmerah, lampu merah Slipi, Semanggi, hingga Jakarta Convention Center.

Massa demo meloncati tembok pembatas jalan Tol Dalam Kota karena dipukul mundur oleh polisi dengan dilemparnya gas air mata pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Massa demo meloncati tembok pembatas jalan Tol Dalam Kota karena dipukul mundur oleh polisi dengan dilemparnya gas air mata pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Namun, melarikan diri bukan berarti mereka berhenti melakukan perlawanan.

Pada pukul 18.35 WIB, puluhan mahasiswa berkerumun di gerbang masuk Jakarta Convention Center.

Mereka berniat masuk ke dalam yang merupakan tempat polisi berjaga.

Kapolda Metro Jaya, Kombes Gatot Eddy Pramono, dan Dirlantas, Kombes Yusuf, ada di dalam JCC.

Polisi lalu memasang tameng dan menyiagakan mobil barakuda.

Mobil pikap polisi juga sudah dinyalakan.

Dalam keriuhan itu, polisi sempat meminta massa untuk mundur.

"Mundur! Rekan-rekan mahasiswa mundur, ayo mundur!" teriak seorang polisi lewat pengeras suara.

11 Mahasiswa Pingsan Terkena Gas Air Mata

Massa yang menjadi korban gas air mata dibawa dengan motor pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Massa yang menjadi korban gas air mata dibawa dengan motor pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Sejumlah mahasiswa pun jatuh karena terkena gas air mata.

Sebanyak enam orang peserta unjuk rasa tampak digotong pasca polisi menembakkan gas air mata di depan gedung DPR, Selasa (24/9/2019) sore.

Keenamnya adalah mahasiswa pria.

Mereka tampak lemas dan digotong temannya menuju ke arah ambulans.

Sementara itu, dikutip Kompas.com dari Antara, sebanyak lima mahasiswa terkapar di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (24/9/2019).

Mereka kehabisan oksigen setelah terkena asap gas air mata saat perjalanan balik dari aksi di depan Kompleks Parlemen Senayan.

Lima mahasiswa tersebut terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan yang berasal dari pergurungan tinggi berbeda.

Mereka merupakan tiga mahasiswa asal STMIK Bani Saleh Bekasi, satu mahasiswa dari STIKES Bani Saleh, dan satu orang mahasiswa dari ISIP Jakarta.

Lima mahasiswa itu mengeluhkan sesak nafas, batuk, lemas dan pusing.

Massa yang menjadi korban gas air mata dibawa dengan motor pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Massa yang menjadi korban gas air mata dibawa dengan motor pada aksi demo di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus terkait kontroversi RKUHP dan RUU KPK serta beberapa isu yang sedang bergulir. (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Selanjutnya petugas Stasiun Palmerah membantu memberikan perawatan medis.

Dua orang mahasiswa laki-laki ditandu karena kondisinya cukup lemah.

Sementara itu, tiga mahasiswa lainnya dibopong ke pintu masuk stasiun yang dijadikan posko darurat.

Tiga tim medis Stasiun Palmerah memberikan pertolongan pertama kepada mahasiswa yang mengalami sesak nafas, pusing dan lemas.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada laporan lengkap mengenai jumlah mahasiswa yang jadi korban.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas