Istri dan Anak Tak Menyangka Imam Nahrawi Akhirnya Ditahan: 'Ini Takdir Saya'
Imam mengatakan penahanannya ini adalah bagian dari proses hukum. Dan ia meyakini penahanannya ini adalah bagian dari takdir Tuhan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp 26,5 miliar terkait pengurusan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/9/2019) petang.
Istri Imam Nahrawi, Shobibah Rohmah dan anak-anak mereka terkejut dan menangis mengetahui kabar buruk tersebut.
"Respons istri dan anak Pak Imam tentu sedih dan menangis karena tidak menyangka akan ditahan," ujar pengacara Soesilo Aribowo usai mendampingi pemeriksaan dan penahanan Imam Nahrawi.
Menurut Soesilo, meski dalam keadaan bersedih, sang istri tetap berupaya menyiapkan pakaian ganti untuk Imam Nahrawi yang menjalani hari-hari berikutnya di dalam tahanan.
Soesilo berpandangan, tidak ada urgensi dari pihak KPK sehingga harus menahan Imam Nahrawi.
Baca: Dokter Forensik Sebut Randy, Mahasiswa yang Tewas Saat Unjuk Rasa Tertembak Peluru di Dada
Sebab, selain telah dicegah bepergian ke luar negeri, Imam Nahrawi juga kooperatif saat mendapat panggilan pemeriksaan dari KPK.
"Sebetulnya sudah mengundurkan diri dari Menpora, tentunya kekhawatirannya melarikan diri dan sekarang sudah dicegah ke luar negeri, mengulangi perbuatannya, saya kira tidak akan terjadi," ujar Soesilo.
Jumat kemarin, Imam Nahrawi memenuhi panggilan dari pihak KPK.
Dia diperiksa untuk kali pertama sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap pengurusan proposal pengajuan dana hibah KONI ke Kemenpora.
Penyidik KPK langsung melakukan penahanan terhadap Imam Nahrawi usai pemeriksaan sekitar delapan jam.
Pihak KPK menahan mantan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
Imam telah mengenakan rompi tahanan warna oranye dan tangan terborgol seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.
Kemeja batik bermotif gambar burung Garuda yang dikenakan saat dia datang telah tertutup rompi tahanan.
Beberapa petugas KPK menggiringnya menuju mobil tahanan.
Imam mengatakan penahanannya ini adalah bagian dari proses hukum.
Dan ia meyakini penahanannya ini adalah bagian dari takdir Tuhan. Oleh karena itu, ia akan menjalaninya.
Baca: FAKTA-FAKTA Guru Surabaya Tiduri Siswi SMP Saat Ultah Si Pacar Lalu Terulang, Modal Boneka & Bakso
"Sebagai warga negara, tentu saya mengikuti proses hukum yang ada. Saya yakin hari ini takdir saya. Semua manusia akan menghadapi takdirnya," ucap Imam.
Raut wajah Imam tampak tenang saat menanggapi penahanannya ini.
Tak terdengar suara meninggi maupun amarah di dirinya.
Dia pun masih bisa sesekali tersenyum saat memberikan tanggapannya itu.
"Demi Allah, Allah itu maha baik. Dan takdirnya tidak pernah salah. Karenanya doakan saya, proses hukum yang sedang saya jalani, semoga semuanya berjalan dengan baik dan Indonesia tetap menjadi NKRI," ucapnya sebelum memasuki mobil tahanan.
Imam enggan menjelaskan mengenai kasus korupsi yang menjeratnya, termasuk saat dikonfirmasi mengenai sumber uang suap dan gratifikasi sekitar Rp 26,5 miliar yang disangkakan oleh KPK.
Diduga Terima Suap Rp 14,7 Miliar
Pada Rabu, 18 September 2019, KPK mengumumkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka.
Baca: Cerai Usai Nyanyikan Lagu Sang Penggoda, Tata Janeeta: Jalan Hidupku Memang Begitu
Imam Nahrawi selaku Menpora diduga menerima suap Rp 14.700.000.000 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.
Total dugaan penerimaan Rp 26,5 miliar oleh Imam Nahrawi itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Diduga Imam Nahrawi menerima uang tersebut dalam kapasitasnya sebagai Menpora, sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Tugas Program Indonesia Emas dan jabatan lainnya di Kemenpora.
Uang yang diterima Imam melalui Miftahul Ulum diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Imam Nahrawi dan pihak Iain yang terkait.
Miftahul Ulum telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak KPK.
Penetapan tersangka terhadap Menpora Imam Nahrawi dan asprinya, Miftahul ulum, merupakan pengembangan dari fakta pengadilan dan temuan alat bukti selama penyelidikan kasus yang sama.
Baca: Penjegal Jokowi Akan Berhadapan dengan TNI
Kasus yang menjerat Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum, turut membuat mantan pebulutangkis Taufik Hidayat dan anggota DPR Fraksi PKB Faisol Riza diperiksa oleh KPK.
Taufik Hidayat diperiksa dalam kapasitasnya pernah menjadi Staf Khusus Menpora serta Wakil Ketua Satlak Prima.
Rekan separtai Imam Nahrawi, Faisol Riza, juga diperiksa lantaran pernah menjadi Staf Khusus Menpora sebelum menjadi anggota DPR.
Sebelum Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum, KPK menjerat tiga pejabat Kemenpora dan dua petinggi KONI sebagai tersangka.
Kelimanya diproses hukum oleh KPK setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) melakukan dugaan transaksi suap pada 18 Desember 2018.
Kelimanya adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, staf Kemenpora Eko Triyanto, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhony E Awuy.
Selain menemukan barang bukti kartu ATM berisi uang lebih dari Rp 100 juta dan uang tunai senilai Rp 300 juta, saat itu tim KPK menemukan uang sekitar Rp 7 miliar saat menggeledah kantor KONI.
Kelimanya telah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Hamidy telah divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan Johnny divonis 1 tahun 8 bulan penjara.
Sementara itu, Mulyana divonis 4 tahun 6 bulan penjara. Adapun Adhi Purnomo dan Eko divonis 4 tahun penjara.
Hamidy bersama Johnny terbukti menyuap tiga orang pihak Kemenpora, yakni Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
Suap tersebut berupa 1 unit Toyota Fortuner, kartu ATM dengan saldo Rp 100 juta, uang tunai sebesar Rp 300 juta dan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9, kepada Mulyana.
Adapun jatah suap untuk Adhi Purnomo dan Eko Triyanta berupa uang tunai Rp 215 juta.
Pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana dan dua rekannya itu membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora yang diajukan KONI.
Proposal bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.
Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018.
Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp 17,9 miliar.
Pada tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Namun, ternyata pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Sebab, sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.
2 Menteri Jokowi Dibui
Dalam setahun terakhir, pihak KPK telah menjerat dua menteri dari pemerintahan Joko Widodo.
Sebelum Imam Nahrawi, KPK lebih dulu menangkap menetapkan tersangka dan menahan Menteri Sosial Idrus Marham pada Agustus 2018.
Idrus Marham yang juga petinggi Partai Golkar itu diduga bersama Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Golkar, Eni Maulani Saragih, menerima suap Rp 2,25 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited,Johannes Budisutrisno Kotjo.
Uang itu merupakan bagian dari USD 1,5 juta yang disebut KPK dijanjikan Kotjo kepada Eni.
Janji serupa disebut KPK diterima Idrus.
Selain itu, Idrus diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan purchase power agreement (PPA) jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
Atas kasus itu, Idrus telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada pengadilan tingkat pertama.
Hukuman itu meningkat di tingkat banding menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan Pengadilan Tipikor, mantan Sekjen Golkar ini dinyatakan bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Belakangan, Idrus berniat kembali mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Selain Idrus Marham dan Imam Nahrawi, nama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga disebut dalam persidangan perkara kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Kasus tersebut turut menjerat mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR.
Dalam putusan terdakwa Haris Hasanuddin, majelis hakim menyatakan pemberian uang dari terdakwa Haris sebesar Rp 325 juta kepada Romahumruziy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70 juta terkait terpilih dan pengangkatan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Haris Hasanuddin divonis 2 tahun dan pidana denda Rp 150 juta, subsider 3 bulan kurungan. (tribun network/ilh/coz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.