Perebutan Kursi Ketua MPR Makin Mengerucut, Pengamat: Gerindra Lebih Pantas
Partai oposisi harus diberikan ruang agar fungsi kontrol, check and balance, berjalan lebih efektif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research dan Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai menilai tak selayaknya kursi pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara seluruhnya dikuasai oleh partai koalisi pro pemerintah.
Partai oposisi harus diberikan ruang agar fungsi kontrol, check and balance, berjalan lebih efektif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Dia berpendapat, karena kursi ketua DPR RI sudah dikuasai PDIP, sebaiknya posisi Ketua MPR diserahkan kepada Partai Gerindra demi melahirkan keseimbangan dalam demokrasi bangsa.
Perebutan kursi Ketua MPR sendiri kini mulai mengerucut kepada Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Pucuk pimpinan MPR RI yang diperoleh Partai Gerindra diharapkan dapat memunculkan keseimbangan antara faksi pemerintah dengan oposisi.
Merujuk pada tampuk pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang kini dijabat oleh La Nyalla Mattalitti serta posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia yang dipegang oleh Puan Maharani, Komplek Parlemen Senayan dikuasai oleh partai koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Mantan Ketua DPR RI periode 2018-2019 yang juga politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo didapuk sebagai calon Ketua MPR RI dari partai koalisi.
Baca: Ketua DPR Puan Maharani Punya Total Kekayaan Rp 363,37 Miliar, Utangnya Rp 49,7 Miliar
Jika ini terjadi, seluruh lembaga legislatif tersebut akan dikuasai oleh partai pendukung pemerintah yang seharusnya mengkritisi.
"Kalau Ketua DPD-nya adala La Nyalla, Ketua DPR itu Puan Maharani, faksi pemerintah tambah kalau ketua MPR itu Bamsoet. Secara citra, simbol keseimbangan tidak terlihat direbut semua oleh faksi pemerintah," kata Pangi pada Rabu (2/10/2019).
Baca: Sri Mulyani Warning Perusahaan-perusahaan Indonesia Waspada, Ada Apa Sebenarnya?
Pangi menambahkan sistem demokrasi yang baik perlu ada perbedaan pandangan dari oposisi. Dirinya menilai antara DPD dengan DPR saat ini suaranya diprediksi serupa, yakni minim kritik kebijakan terhadap pemerintah.
Baca: KPK Ngegas Lagi, Garap Kasus Korupsi Dua Mantan Petinggi Garuda Indonesia
Padahal, fungsi legislatif utama sebagai pengawas pemerintah. Oleh karena itu, dirinya mengingatkan bahwasanya demokrasi yang baik membutuhkan kubu penyeimbang yang menyuarakan aspirasi oposisi.
"Sebaiknya Ketua MPR diberikan ke Gerindra, Gerindra lebih pantas, kalau dikuasai faksi pemerintah akan menjadi buruk, karena perlemen itu harus berbicara dan berkata-kata. Berbeda suara dengan pemerintah itu akan menjadi vitamin," jelas Pangi.
Pangi menegaskan, jika Partai Gerindra selaku oposisi mendapat jatah Ketua MPR RI, suara oposisi harus disampaikan. Sehingga, kesan 'tukang stempel' pemerintah pada lembaga legislatif tidak menjadi nyata.
Baca: Kasus Suap Impor Bawang Putih, KPK Periksa Direktur Operasional PT Pertani
"Gerindra sebetulnya secara de jure menyatakan oposisi, meski dari permainan belakangan ini belum ada peran oposisi, buktinya semua Undang-Undang disahkan. Jadi, jangan tukang stempel pemerintah," ujar Pangi.
Sebelumnya, anggota MPR Fraksi Gerindra, Andre Rosiade menegaskan sejak awal memutuskan Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani sebagai calon Ketua MPR.
Menurutnya, kehadiran Muzani sebagai Ketua MPR bila memang terpilih akan menampilkan keseimbangan politik yang baik.
"Sejak awal telah memutuskan Pak Muzani maju ketua MPR. Gerindra dukung bang Muzani sebagai ketua MPR, jelas, kami mencalonkan Ketua bukan Wakil Ketua MPR. Dari awal ini," kata Andre kepada wartawan di gedung DPR, Rabu (2/10/2019).