MK Gelar Sidang Uji Materi Syarat Mantan Terpidana Maju Dalam Pilkada
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
Sidang perdana perkara Nomor 56/PUU-XVII/2019 digelar di Ruang Sidang Pleno, Selasa (8/10/2019).
Permohonan diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Para pemohon menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” bertentangan dengan Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945.
Baca: Dubes Inggris Owen Jenkins Dukung Penuh Program Garuda Select Angkatan Kedua
Baca: 9 Makanan Berbahaya yang Disukai Penduduk Lokal, Termasuk Gurita yang Menggeliat di Tenggorokan
Kuasa hukum pemohon, Donal Faris, mengatakan berlakunya aturan memperbolehkan orang berstatus mantan terpidana korupsi menjadi calon kepala daerah dengan syarat hanya menyampaikan pengumuman kepada publik sebagaimana diatur Undang-Undang itu telah menghambat upaya pemberantasan korupsi.
"Selain itu, pasal tersebut menghalangi usaha pemohon mendorong pemberdayaan rakyat agar mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan dalam rangka mewujudkan sistem politik, hukum, ekonomi dan birokrasi yang bersih dari korupsi yang berlandaskan keadilan sosial dan gender," kata Donal Fariz, seperti dilansir laman MK, Selasa (8/10/2019).
Baca: Ramalan Zodiak Cinta untuk Rabu, 9 Oktober 2019: Virgo Ada Banyak Perhatian, Libra Merasa Tenang
Baca: Save Our Soccer: Pejabat Maupun Pengurus PSSI tak Boleh Lagi Rangkap Jabatan
Menurut para pemohon, berlakunya pasal yang diujikan telah membuka kesempatan dan memperbolehkan mantan terpidana khususnya terpidana korupsi menjadi kepala daerah atau setidaknya menjadi calon kepala daerah tanpa adanya masa tunggu bagi yang bersangkutan.
Meskipun hak politik adalah sesuatu yang dijamin pemenuhannya oleh UUD 1945, tetapi hak politik bukanlah hak yang tidak dapat dibatasiketika hendak menjalankan kewajiban konstitusionalnya melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia.
Dalam situasi tertentu negara terpaksa melakukan pembatasan-pembatasan tertentu agar hak-hak asasi yang berada di bawah jaminannya dapat dilindungi, dihormati dan dipenuhi.
Konstitusi mengatur hak tak dapat dikurangi dalam keadaan apapun karena bersifat absolut.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon lainnya, Fadli Ramadhanil, melanjutkan akibat ketiadaan aturan pembatasan jangka waktu tertentu bagi narapida kasus korupsi untuk maju lagi di kontestasi pemilu mengakibatkan perhelatan pemilu diikuti mantan terpidana kasus korupsi.
"Akibatnya, kepala daerah yang berstatus sebagai mantan terpidana kasus korupsi memiliki peluang yang besar untuk mengulangi kembali perbuatannya," ujarnya.
Dia mencontohkan kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang menjadi tersangka kasus dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, setelah sebelumnya menjadi terpidana dalam kasus korupsi anggaran di kabupaten yang sama.