Sebelum Amandemen UUD 1945 Dilakukan, MPR Ingin Minta Pandangan Akademisi
Ia menambahkan, amandemen UUD 1945 harus mencerminkan representasi seluruh masyarakat Indonesia.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI f-Demokrat Syarief Hasan menyatakan, rencana pembahasan amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) terlalu dini.
Syarief mengatakan, pembahasan amandemen dapat dilakukan, setelah adanya kajian yang mendalam dengan meminta pandangan dari akademisi dan stakeholder terkait.
Menurutnya, MPR tidak akan tergesa-gesa untuk membahas Amandemen UUD 1945, sebelum mempelajari lebih detil, poin-poin yang akan masuk dalam Amandemen tersebut.
Baca: Ratusan Tambak Udang di Pesisir Pantai Dekat Bandara NYIA Akan Direlokasi
"Ini kan masih terlalu dini untuk kita bahas tentang Amandemen, jadi sebelum itu dibahas tentu kita memerlukan pendalaman pengkajian yang lebih, karena ini kan menyangkut masalah UUD 45, kita tidak boleh tergesa-gesa untuk mengamandemen, kita harus pelajari," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
"Kita harus minta pandangan dari masyarakat seluruh Indonesia yang tentunya ada representasinya. Kita harus minta pandangan dari para akademisi stakeholder lainnya, apa yang sebaiknya dilakukan. Sekali lagi ini harus dibicarakan dan dikaji mendalam," imbuhnya.
Ia menambahkan, amandemen UUD 1945 harus mencerminkan representasi seluruh masyarakat Indonesia.
Syarief menyebut, pelibatan masukan dan pandangan dari seluruh pihak yang kompeten, termasuk dinamika yang berkembang di masyarakat, patut diberikan perhatian dan pembicaraan yang matang sebelum wacana amandemen dibahas lebih lanjut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.