Duduk Perkara Wiranto Diserang, Alasan Pelaku yang Akui Dirinya Stres hingga Permintaan Maaf Bupati
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto diserang pasangan suami istri, SA dan FD, Kamis (10/10/2019) siang
Penulis: Sinatrya Tyas Puspita
Editor: Daryono
Hujaman dari FD coba dihalau oleh Daryanto dengan tangan.
Hingga lengan kiri, lengan kanan, dan dada tersabet kunai.
"Sehingga terhalang, mungkin karena tidak puas dan melihat saya, pada saat saya berbalik arah untuk mengawasi Pak Wiranto."
"Si perempuan nyerang saya, laki-laki nyerang Pak Wiranto," imbuh Daryanto.
Daryanto berusaha menghalau dan membuat FD terjatuh ke samping.
Saat terjatuh, FD masih sempat menuding Daryanto telah melukai dirinya.
"Oh iya, melakukan perlawanan, sangat perlawanan. Saya sepak ke samping akhirnya dia menuding-nuding, aparat yang ada di situ membantu."
"Bersama dengan masyarakat ditangkaplah dia," imbuh Daryanto.
Baca: Kapolsek Menes Ceritakan Kronologi Penyerangan yang Timpa Dirinya & Wiranto: Pisaunya Tertutup Kain
4. Alasan Pelaku Tusuk Wiranto
Polri menyebut SA menusuk Wiranto disebabkan takut dan stres karena perekrutnya, Abu Zee, telah tertangkap polisi.
Dari hasil pengakuan SA kepada polisi, ditangkapnya Abu Zee yang merupakan amir atau ketua dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menjadi alasan mengapa dirinya menusuk Wiranto.
Abu Zee ditangkap polisi pada 23 September 2019 lalu.
"Dalam pemeriksaan 2 hari ini oleh Densus 88, SA merasa takut, stres dan tertekan setelah mendengar ketuanya dia (Abu Zee) tertangkap," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (11/10/2019) seperti dikutip Kompas.com.
Dedi menjelaskan, meski SA tidak terafiliasi dengan JAD Bekasi pimpinan Abu Zee tersebut, tetapi dia pernah satu kali berkomunikasi dengan Abu Zee melalui media sosial.
SA dan FA bahkan dinikahkan oleh Abu Zee sebelum kemudian mereka pergi dan bermukim di Kampung Menes, Pandeglang, Banten.
"Dia takut, kalau (Abu Zee) tertangkap dia juga khawatir akan tertangkap, maka dia komunikasi lewat pihak istrinya. Dia persiapan (melakukan serangan), menunggu waktu," kata dia.
Selama ini, kata Dedi, pihaknya sudah mengintai SA namun belum ditangkap karena belum ditemukan adanya persiapan atau bukti otentik untuk melakukan serangan.
Aksi yang dilakukan terhadap Wiranto, ia menjelaskan, adalah aksi spontan.
Baca: Gara-gara Ulah Istrinya di Media Sosial, Dandim Kendari Dicopot dan Dijebloskan ke Tahanan
Dedi menjelaskan, dari pola yang dimiliki jaringan-jaringan teroris, tahapan yang dilakukan SA baru berada di tahapan ketiga yang dinamakan dengan istilah taklim khusus.
Taklim khusus tersebut diistilahkan mereka sebagai tahapan orang-orang yang sudah mendapat penilaian cukup kuat dari tokoh perekrutnya untuk bergabung sebagai simpatisan.
Adapun tahapan pertama merupakan tahap perencanaan awal yang berupa membangun komunikasi intens baik langsung (verbal) maupun tidak langsung (melalui media sosial).
"Di situ ada tokoh yang biasa rekrutmen kepada orang-orang yang memiliki simpati kepada perjuangan ISIS," kata dia.
Kemudian tahapan kedua diistilahkan mereka sebagai taklim umum, berupa ajaran-ajaran cara menyerang untuk mematangkan sisi mental dan spiritual yang bersangkutan.
Selanjutnya, ada dua tahapan lainnya yang harus mereka lalui agar bisa melakukan aksi penyerangan mereka kepada target, dalam hal ini adalah pemerintah dan kepolisian.
5. Respons Presiden
Presiden Joko Widodo menyebut, pelaku penusukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto sebagai teroris.
"Tadi hanya beberapa beberapa menit setelah kejadian penusukan dengan pisau oleh teroris kepada Menko Polhukam Bapak Wiranto, saya langsung mendapatkan laporannya."
"Dan saat itu juga saya langsung perintahkan yang ada di lapangan untuk segera dibawa dengan heli menuju ke Jakarta menuju ke RSPAD," kata Jokowi selepas menjenguk Wiranto yang tengah dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Kamis (10/9/2019).
Menanggapi kasus tersebut, Presiden Jokowi mengajak masyarakat melawan terorisme dan radikalisme.
"Kepada seluruh masyarakat kami ajak bersama memerangi radikalisme dan terorisme di tanah air. Hanya dengan upaya bersama terorisme dan radikalisme bisa kita selesaikan dan berantas dari negara yang kita cintai ini," ucap Jokowi.
6. Polri Bantah Ada Rekayasa
Mabes Polri membantah sejumlah unggahan di media sosial yang menyebutkan peristiwa penikaman Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto merupakan rekayasa.
"Tidak mungkin (rekayasa)," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jumat (11/10/2019).
Dedi menjelaskan, seseorang yang terpapar paham radikal tidak lantas berani melakukan serangan.
Prosesnya cukup panjang sehingga dia mampu melancarkan aksi teror.
"Ketika seseorang terpapar radikal, prosesnya itu cukup panjang. Bagaimana dia memiliki tingkat keberanian untuk melakukan serangan kepada aparat, butuh proses," kata Dedi.
Setidaknya, terdapat lima tahapan, yakni perencanaan awal, taklim umum, taklim khusus, idat dan eksekusi penyerangan.
Apabila pihak yang terpapar itu sudah memiliki pemikiran dan doktrin yang melekat tentang paham radikal serta telah yakin, baru mereka akan melakukannya.
Oleh sebab itu, tidak mungkin ada pihak yang merekayasa pelaku teror untuk melancarkan aksinya.
"Tidak mungkin ya ada pihak-pihak yang rekayasa. Jaringannya (kelompok terorisme) cukup banyak," kata dia.
7. Permintaan maaf Bupati Pandeglang
Bupati Pandeglang Irna Narulita mendatangi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Gatot Subroto, Jakarta Pusat untuk menjenguk Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, pada Kamis (10/10/2019) seperti dikutip Kompas.com.
Saat datang, dia menyampaikan permintaan maaf di depan awak media atas peristiwa penusukan Wiranto yang terjadi di wilayahnya.
"Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Pandeglang, atas nama masyarakat Pandeglang, sangat menyesalkan kejadian yang tidak terpuji itu dan ini mencoreng nama baik Kabupaten Pandeglang dan masyarakat Pandeglang karena pelakunya adalah bukan orang Pandeglang," ujar dia saat ditemui di RSPAD.
Dia mengaku merasa kecolongan dengan munculnya jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang beredar di tengah warganya.
Ke depan, pihaknya akan selektif dan ketat untuk menyaring warga pendatang baru yang ingin tinggal di wilayahnya.
Jajaran pemerintah kota juga akan gencar mengadakan sosialisasi dan edukasi agar semua warga tidak terpapar paham radikal.
"Mohon maaf ini kami sedikit kecolongan dan mudah-mudahan kejadian ini tidak terulang kembali dan kami akan terus melakukan sosialisasi, edukasi agar anak-anak kami tidak terpapar dengan paham paham radikal," kata dia.
(Tribunnews.com/Sinatrya/Daryono) (Deti Mega Purnamasari/Kompas.com)