Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua KPK Agus Rahardjo Blak-blakan: Pemerintah Tak Ingin Lagi Ada OTT

KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, KPK mungkin tidak akan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) lagi setelah revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK

Editor: Daryono
zoom-in Ketua KPK Agus Rahardjo Blak-blakan: Pemerintah Tak Ingin Lagi Ada OTT
Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi
Ketua KPK Agus Rahardjo 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan, KPK mungkin tidak akan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) lagi setelah revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK resmi berlaku.

"Pak Menteri tadi sudah menyampaikan harapannya pemerintahan kedua tidak ada OTT lagi."

"Tapi saya tidak tahu dan bertanya-tanya, tidak ada OTT ini karena arah kita ke pencegahan atau KPK dimatikan," ujar Agus, di Jakarta, Selasa (15/10/2019), dikutip dari Antara.

Agus menyampaikan hal tersebut dalam acara sosialisasi dan peluncuran Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).

Baca: DPR Telah Proses Tipo UU KPK

Acara itu juga dihadiri oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dan ratusan sekretaris daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari seluruh Indonesia.

"Saya tidak tahu sampai hari ini karena saya tanya Pak Menteri tadi sebagai Pelaksana Tugas Menkumham juga beliau belum bisa menjawab. Ini sebenarnya Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) KPK jadi dikeluarkan atau tidak, itu juga beliau belum bisa menjawab," ujar Agus lagi.

Menurut pasal 73 ayat (2) UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Revisi UU KPK disahkan dalam rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019 dengan waktu revisi hanya 13 hari sejak usulan revisi UU KPK yang diusulkan Baleg DPR.

Artinya UU KPK versi revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019.

Jokowi Bungkam

Presiden Joko Widodo kembali bungkam saat ditanya wartawan mengenai rencana dan pertimbangan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.

Kali ini Jokowi ditanya wartawan sambil didampingi 10 pimpinan MPR usai pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/9/2019).

Melihat Jokowi yang tak menjawab, Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah langsung "pasang badan" meminta wartawan tak bertanya soal Perppu KPK.

Awalnya, dalam sesi wawancara itu, wartawan terlebih dulu bertanya mengenai acara pelantikan Jokowi-Ma'ruf yang akan digelar di gedung DPR/MPR, Jakarta, pada 20 Oktober mendatang.

Pertanyaan lalu berlanjut mengenai rencana aksi unjuk rasa saat pelantikan.

Baca: Sebelum Kena OTT, Wali Kota Medan Sempat Puji Lili Pintauli Jadi Pimpinan KPK di Acara Syukuran

Kemudian, wartawan pun bertanya bahwa aksi unjuk rasa ini salah satunya disebabkan karena Jokowi yang belum juga menerbitkan Perppu KPK.

"Padahal besok UU KPK akan otomatis berlaku setelah 30 hari usai diundangkan. Jadi rencana penerbitan Perppu sejauh ini perkembangannya seperti apa, Pak?" tanya wartawan.

Mendapat pertanyaan itu, Jokowi hanya tersenyum.

Belum sempat ia menjawab, Bambang Soesatyo yang berdiri di sebelah kiri Jokowi langsung meminta wartawan tak bertanya di luar masalah pelantikan.

"Ini lagi soal pelantikan," kata Bambang.

Ahmad Basarah yang berdiri di sebelah kanan Jokowi juga menimpali.

"Tanya soal pelantikan dong," kata dia.

Setelah itu, wartawan bertanya soal susunan kabinet.

Meski pertanyaan ini juga tak ada hubungannya dengan pelantikan, namun Jokowi bersedia menjawab.

Bukan Pertama Kali Bungkam

UU KPK hasil revisi yang disahkan 17 September lalu ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.

Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK.

Belakangan rencana itu mendapat penolakan dari parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf.

Selanjutnya, setiap kali ditanya soal perkembangan Perppu, Jokowi selalu bungkam.

Baca: Terjaring OTT KPK, Wali Kota Medan Punya Harta Rp 20,3 Miliar

Misalnya saat ditanya wartawan usai menghadiri peringatan hari batik nasional di Surakarta, Rabu (2/10/2019) lalu, Jokowi enggan menjawab.

Ia meminta wartawan bertanya soal batik.

Kemudian, usai usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10/2019), Jokowi juga sempat kembali ditanya soal Perppu KPK.

Namun lagi-lagi Jokowi tak menjawab dan langsung berjalan buru-buru meninggalkan awak media.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agus: Pemerintah Minta Tak Ada Lagi OTT, Pencegahan Atau KPK Mau Dimatikan?"

BERITA TERKAIT
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas