ANS Kemenkumham Kanwil Balikpapan Dicopot Karena Dukung Ideologi Selain Pancasila
Menkumham membebastugaskan seorang ASN Kantor Wilayah Kemenkumham Balikpapan karena mengunggah tulisan dukungan terhadap ideologi selain Pancasila.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu lagi abdi negara dicopot dari jabatan karena mengunggah tulisan di media sosial.
Pelaksana tugas (Plt) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Tjahjo Kumolo membebastugaskan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN; sebelumnya Pegawai Negeri Sipil/PNS) Kantor Wilayah Kemenkumham Balikpapan, Kalimantan Timur, karena mengunggah tulisan dukungan terhadap ideologi selain Pancasila di media sosial.
Hal itu disampaikan Tjahjo Kumolo usai selaku Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membuka Rapat Koordinasi Nasional Simpul Strategis Pembumian Pancasila di Hotel Merlyn Park, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Tjahjo mengatakan keputusan pemberhentian PNS tersebut setelah dirinya menerima laporan dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkumham.
"Saya sebagai Plt Menkumham, kemarin baru saja me-nonjobs-kan salah satu pegawai Kemenkumham karena dia membuat konten yang pro terhadap ideologi lain selain Pancasila. Baru kemarin ini, saya sudah minta Irjen untuk mengusut dan juga langsung di-nonjob-kan,” ungkap Tjahjo.
Tjahjo Kumolo menyampaikan tak menutup kemungkinan pihaknya membawa kasus tersebut ke ranah kepolisian. Namun, ia masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari Itjen Kemenkumham.
Tjahjo pun sempat menunjukkan unggahan PNS tersebut kepada wartawan melalui telepon genggamnya.
Dari tangkapan layar yang ditunjukkan Tjahjo, tampak akun media sosial bernama 'Bagus Krisna' menulis, "Semua pada membicarakan khilafah. Era kebangkitan khilafah sudah dekat”.
"Era kebangkitan, era kebangkitan, era kebangkitan...," kata Tjahjo mengutip sebagian unggahan PNS itu.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa menyampaikan pihaknya telah mencopot jabatan tujuh orang anggota TNI terkait unggahan tulisan di di media.
Tujuh anggota TNI AD itu juga mendapat hukuman disiplin militer berupa penahanan 12 hingga 21 hari.
Baca: Polisi: Terduga Teroris Tambun Selatan Rakit Bom untuk Aksi di Lampung
Baca: Tengku Zulkarnain Heran, Luka Tusuk Wiranto Awalnya Disebut Tak Berdarah, Kemudian Ngucur 3,5 Liter
Sebagian besar hukuman itu diberikan lantaran perilaku istri masing-masing yang mengunggah tulisan bernada nyinyir di media sosial terkait penikaman yang menimpa Menko Polhukam, Wiranto.
Di antaranya seperti dilakukan istri Komandan Kodim Kendari Kolonel HS dan Serda Z.
Selain Kolonel HS dan Serda Z, anggota yang mendapat sanksi adalah seorang prajurit kepala dari Korem Padang, seorang kopral dua dari Kodim Wonosobo, seorang sersan dua di Korem Palangkaraya, seorang sersan dua di Kodim Banyumas dan seorang kapten di Kodim Mukomuko, Jambi.
"Dari tujuh orang ini, enam yang diberikan hukuman disiplin militer karena tidak menjaga dan tidak melakukan perintah sesuai yang diperintahkan sejak tahun lalu untuk menjaga keluarga dan ada satu orang yang dirinya sendiri melakukan penyalahgunaan," ujar Andika sebelumnya.
Andika menjelaskan, TNI AD telah menerbitkan surat perintah kepada satuan bawah untuk menindak tegas anggota TNI AD yang menyebarkan hoaks, provokasi, konten memecah belah dan menumbuhkan kebencian, di media sosial.
Surat perintah ini terbit sejak Juli dan Agustus 2018. Peraturan itu tidak hanya berlaku untuk anggota TNI AD, tapi juga keluarga mereka.
Bagi TNI AD penyalahgunaan media sosial oleh anggota TNI AD dan keluarganya perlu dikontrol karena merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab.
Dalam pelaksanaan tugas organisasi maupun kehidupan pribadi, istri prajurit TNI AD mutlak tidak dapat dipisahkan dari suaminya.
Baca: Eksepsi Kriss Hatta Ditolak, Sang Bunda Langsung Terduduk Lemas dan Meneteskan Air Mata
PNS Jaga Martabat Pemerintah
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin memperingatkan, agar ASN atau PNS tidak menyebarluaskan ujaran kebencian termasuk lewat media sosial.
Bukan cuma itu, PNS juga dilarang berkomentar seputar dukungan politik dan kritik yang menjatuhkan wibawa pemerintah di media sosial.
Hal itu telah disampaikan dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) tentang pelaksanaan netralitas bagi ASN dan penyelenggaraan pilkada serentak 2018, pemilu legislatif, serta pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. Surat itu bernomor: B/71/M.SM 00.00/2017.
Hal itu disampaikan Syafruddin menanggapi unggahan sejumlah PNS terkait penikaman yang menimpa Menko Polhukam, Wiranto.
"Ya silakan, menghadapi hukum," ujar Syafruddin.
"Ya undang-undangnya begitu. Di role (peran)-nya saja, bukan bagian kritik. Memberikan masukan saran yang progresif ya oke-oke saja. Tapi bukan di ruang publik apa lagi bikin gaduh, apa lagi menyerang. Kan ada aturannya. Ikuti aturannya saja, negara akan baik," lanjut dia.
Baca: UU Hasil Revisi Berlaku, Bisakah KPK Tetap Jalankan Tugas Pemberantasan Korupsi?
Syafruddin mengingatkan agar PNS berhati-hati mengunggah pernyataannya di media sosial agar tak membuat mereka menjalani proses hukum.
Ia menambahkan para menteri, kepala daerah, dan kepala lembaga negara sudah berbusa-busa mengingatkan PNS-nya agar tak asal dalam mengunggah sesuatu di media sosial miliknya.
"Pembinaan selalu. Para menterinya, para pimpinannya. Menteri PAN-RB mendata saja. Bukan pengambil putusan. Bukan seolah bertanggung jawab atas 4,5 juta ASN. Ada gubernur, wali kota. 80 persen ASN di daerah. Tidak di pusat," katanya.
Sebelumnya, seorang guru SMP Kota Serang, Banten, berinsial R diberikan sanksi berupa surat peringatan karena mengunggah tulisan diduga bernada ujaran kebencian terkait penikaman terhadap Wiranto.
Guru yang diketahui mengajar di SMP Negeri 14 Kota Serang itu menulis soal 'teroris yang hanya membawa pisau dapur’. (tribun network/zal/kompas.com/coz)