Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BW: Jokowi Boleh Saja Hanya Janji Terbitkan Perppu KPK, Tapi Hari Ini Bukan Berarti OTT Berhenti

Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) angkat suara atas berlakunya Undang-Undang KPK hasil revisi.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in BW: Jokowi Boleh Saja Hanya Janji Terbitkan Perppu KPK, Tapi Hari Ini Bukan Berarti OTT Berhenti
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Bambang Widjojanto. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) angkat suara atas berlakunya Undang-Undang KPK hasil revisi.

"Kemarin malam, 16 Oktober 2019, beberapa jam sebelum Revisi UU KPK memperoleh legitimasi, insan KPK berkumpul dan menegaskan tekad terus nyalakan nyali untuk hidupkan asa sekecil apapun itu, mereka menolak punah," ujar Bambang Widjojanto lewat keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2019).

Penolakan dari elemen masyarakat terutama mahasiswa mengakibatkan lima nyawa melayang dan beberapa terluka akibat.

Menurut Bambang Widjojanto, mereka yang menjadi korban kekerasan menunjukan sikap mereka bukan main-main.

Baca: Youtuber Jeremy Mario Ungkap Kisah Haru Borong Jualan Pedagang Karak di Jalan: Pengen Jatuh Air Mata

Baca: Prabowo Gabung Jokowi, Rocky Gerung Sebut Bakal Ada Bersih-bersih di Istana : Dia Pegang Kendali

Baca: Kakek Ini Nekat Mengayuh Becak dari Surabaya ke Jakarta Hanya Ingin Menyaksikan Pelantikan Presiden

Diusia 17 tahun ini, KPK terbukti terus menjaga integritas dan kehormatan untuk kepentingan masyarakat.

Berulang kali menurutnya KPK dijegal dan dijagal.

Berita Rekomendasi

Namun, menurut Bambang Widjojanto sehebat apapun tekanan tersebut KPK terus bertahan.

"Fakta itu sekaligus menunjukkan sehebat itulah kekuatan KPK hingga menimbulkan ketakutan sang penguasa korup," kata Bambang Widjojanto.

Bambang Widjojanto menilai KPK seakan dihabisi pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Satu bulan setelah persetujuan paripurna DPR, Revisi UU KPK pun disetujui.

Namun, hal itu bukan berarti bahwa kerja telah usai dan harapan tak bisa lagi disemai.

"Presiden Jokowi boleh saja hanya berjanji terbitkan Perppu dan juga mengingkari serta mengabaikan kehormatan 40 orang lebih publik prominent person yang mendesaknya. Partai koalisi juga bisa tersenyum ditagih janjinya, tapi itu tidak berarti hari ini OTT tak bisa dilakukan lagi, dan upaya pemberabatasan KPK seketika berhenti," kata dia.

"Salah satu dasarnya adalah doctrine necessity. Jika itu dikaitkan dengan kejahatan extra ordinary, maka segala tindakan untuk memastikan agar korupsi tidak merajalela adalah konstitusional," tambah Bambang Widjojanto.

Sehingga, kata dia, tindakan OTT tidak berhenti, karena lembaga Dewan Pengawas juga belum dibentuk.

KPK baru saja menggelar lima OTT, yaitu Walikota Medan, Bupati Indramayu, Bupati Lampung Utara, Muara Enim dan Bupati Bengkayang.

Hal itu dinilai Bambang Widjojanto mengkhawatirkan sebab tahun depan Pilkada 2020 akan berlangsung.

"Tidak terbayangkan, KPK dihabisi justru ketika proses Pilkada di sekitar 50 persen wilayah Indonesia dan proses Pilkada diyakini potensial diserbu korupsi," kata Bambang Widjojanto.

Kerdilkan agenda pemberantasan korupsi

Undang-undang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) hasil revisi resmi berlaku hari ini, Kamis (17/10/2019).

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dengan diterapkannya UU KPK hasil revisi tersebut akan memperlemah dan mengkerdilkan agenda pemberatansan korupsi.

"Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh Pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2019).

Sebagai contoh, kata Kurnia, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan ijin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif.

Baca: Harta Kekayaan Mulan Jameela Capai Rp 15,5 Miliar, Lebih Besar dari Desy Ratnasari, tapi Punya Utang

Baca: Aksi Pamer Kemaluan Terjadi di Depok, Pelaku Melakukannya di Dalam Angkot

Baca: Promosi Toto pun Sampai Membawa Toilet di Atas Motor Berjalan 1400 Kilometer

Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu 2 tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani KPK.

"Banyak pihak yang berdalih bahwa dalam UU KPK yang baru terdapat pasal peralihan terkait pembentukan Dewan Pengawas. Namun, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali," ujar Kurnia.

Kurnia juga menyebut untuk usia minimal Pimpinan KPK baru pun belum selesai dari perdebatan.

Dalam draft UU KPK yang selama ini beredar disebutkan bahwa usia minimal Pimpinan KPK dapat dilantik adalah 50 tahun.

"Sedangkan salah satu Pimpinan KPK terpilih yaknk Nurul Ghufron belum sampai batas usia minimal UU KPK baru. Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu," kata dia.

Selain dari substansi, lanjut Kurnia, persoalan formil pun masih menjadi sorotan publik.

Mulai dari tidak masuk prolegnas prioritas 2019 dan tidak dihadiri kuorum paripurna DPR saat pengesahan UU KPK yang baru.

Demikian pula, KPK secara institusi juga tidak pernah dilibatkan pada proses pembahasan.

"Kejadian diatas memberikan gambaran bahwa dua cabang kekuasaan, baik eksekutif dan legislatif memiliki niat untuk mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Sedih KPK dilemahkan

Dalam hitungan jam, Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi akan mulai berlaku.

Sebelumnya DPR sudah mengesahkan UU KPK hasil revisi pada 17 september 2019..

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan revisi UU KPK merupakan pelemahan terhadap lembaga antirasuah.

Satu di antara hal yang ia sorot ialah keberadaan Dewan Pengawas KPK.

Baca: Bareskrim Polri Indikasikan Fintech Ilegal Bisa Jadi Sumber Pendanaan Terorisme

Baca: Mantan Direktur Krakatau Steel Wisnu Kuncoro Dituntut 2 Tahun Penjara

Baca: Ali Mochtar Ngabalin Garuk-garuk Kepala Sikapi Isu Fadli Zon Akan Jadi Menteri Jokowi

"Saya sedih karena terjadilah musibah KPK dilemahkan karena pasal-pasal yang ada mulai dari syarat menyadap harus izin dewan pengawas dan juga izinnya tertulis," kata Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Menurutnya, KPK seharusnya dapat diperkuat tanpa adanya revisi UU KPK.

Karena itu, politikus PKS ini mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menerbitkan Perppu KPK sebelum undang-undang hasil revisi berlaku mulai pukul 00.01 nanti.

"Saya pribadi tetap berpendapat, Pak Presiden perlu mengeluarkan Perppu, sebelum masa berkahir (Undang-Undang KPK) 16 Oktober pukul 23:59," ujar Mardani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas