Di Balik Kode Gaji Kasus Suap Kepala BPJN XII Balikpapan
Andi diduga menerima setoran uang dari Hartoyo dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama BSA.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka dalam perkara suap terkait dengan Pengadaan Proyek Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2018-2019. Kasus suap ini menggunakan istilah gaji sebagai kode.
KPK menjerat Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere dan Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan Andi Tejo Sukmono sebagai penerima suap.
Sedangkan, KPK menetapkan Direktur PT Harlis Tahta Tata (HTT) Hartoyo sebagai tersangka karena memberikan suap.
Baca: Sudah Hamil, Ega Olivia & Addin Hidayat Menikah Diam-diam Januari Lalu, Keluarga Besar Tak Diundang
"Setelah melakukan pemeriksaan, dilanjutkan dengan gelar perkara, sebelum 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan Pengadaan Proyek Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2018-2019," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019) malam.
Agus menjelaskan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kalimantan Timur mengadakan Pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019.
Nilai kontraknya adalah sebesar Rp 155,5 miliar.
"PT HTT milik HTY (Hartoyo) adalah pemenang lelang untuk proyek tahun jamak tersebut," kata dia.
Dalam proses pengadaan proyek, lanjut Agus, Hartoyo diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada Refly dan Andi.
Adapun commitment fee yang diduga disepakati adalah sebesar total 6,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak.
"Commitment fee tersebut diduga diterima RTU (Refly Ruddy Tangkere) dan ATS (Andi Tejo Sukmono) melalui setoran uang setiap bulan dari HTY baik secara tunai maupun transfer," ujar Agus.
Baca: Jelang Man United vs Liverpool, Kondisi Pemain Setan Merah, 2 Pilar Dipastikan Absen
Refly diduga menerima uang tunai dari Hartoyo sebanyak delapan kali dengan besaran masing-masing pemberian uang sekitar Rp 200 hingga 300 juta dengan jumlah total sekitar Rp 2,1 miliar.
Uang ini terkait dengan pembagian proyek-proyek yang diterima oleh Hartoyo.
Andi diduga menerima setoran uang dari Hartoyo dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama BSA.
Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan Andi menerima setoran uang dari Hartoyo.
Kata Agus, Andi juga menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun sms banking.
Rekening tersebut dibuka pada 3 Agustus 2019 dan menerima transfer dana pertama kali dari Hartoyo pada 28 Agustus 2019 yaitu sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada 14 September 2019 dan menandatangani kontrak pada 26 September 2019.
"Rekening tersebut menerima transfer uang dari HTY dengan nilai total Rp 1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 630 juta. Selain itu, ATS juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar total Rp3,25 miliar," ujar Agus.
Baca: Isi Lengkap Surat IOC Terkait Perpindahan Venue Maraton Olimpiade Tokyo Jepang ke Sapporo
Kemudian, kata Agus, uang yang diterima oleh Andi dari Hartoyo salah satunya merupakan sebagai pemberian 'gaji' sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan oleh PT HTT.
'Gaji' tersebut diberikan kepada Andi sebesar Rp 250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT.
Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dicatatkan oleh Rosiani, Staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Refly dan Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, sebagai pihak yang diduga pemberi Hartoyo disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Tribun Network/ham)