ICW Sebut UU KPK Hasil Revisi Kerdilkan Agenda Pemberantasan Korupsi
Undang-undang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) hasil revisi resmi berlaku hari ini, Kamis (17/10/2019).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-undang Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) hasil revisi resmi berlaku hari ini, Kamis (17/10/2019).
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dengan diterapkannya UU KPK hasil revisi tersebut akan memperlemah dan mengkerdilkan agenda pemberatansan korupsi.
"Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh Pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2019).
Sebagai contoh, kata Kurnia, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan ijin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif.
Baca: Harta Kekayaan Mulan Jameela Capai Rp 15,5 Miliar, Lebih Besar dari Desy Ratnasari, tapi Punya Utang
Baca: Aksi Pamer Kemaluan Terjadi di Depok, Pelaku Melakukannya di Dalam Angkot
Baca: Promosi Toto pun Sampai Membawa Toilet di Atas Motor Berjalan 1400 Kilometer
Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu 2 tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani KPK.
"Banyak pihak yang berdalih bahwa dalam UU KPK yang baru terdapat pasal peralihan terkait pembentukan Dewan Pengawas. Namun, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali," ujar Kurnia.
Kurnia juga menyebut untuk usia minimal Pimpinan KPK baru pun belum selesai dari perdebatan.
Dalam draft UU KPK yang selama ini beredar disebutkan bahwa usia minimal Pimpinan KPK dapat dilantik adalah 50 tahun.
"Sedangkan salah satu Pimpinan KPK terpilih yaknk Nurul Ghufron belum sampai batas usia minimal UU KPK baru. Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu," kata dia.
Selain dari substansi, lanjut Kurnia, persoalan formil pun masih menjadi sorotan publik.
Mulai dari tidak masuk prolegnas prioritas 2019 dan tidak dihadiri kuorum paripurna DPR saat pengesahan UU KPK yang baru.
Demikian pula, KPK secara institusi juga tidak pernah dilibatkan pada proses pembahasan.
"Kejadian diatas memberikan gambaran bahwa dua cabang kekuasaan, baik eksekutif dan legislatif memiliki niat untuk mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.