Presiden Tunjuk Idham Aziz Gantikan Tito Karnavian Sebagai Kapolri
setelah alat kelengkapan dewan (AKD) Komisi III terbentuk maka akan digelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Idham Aziz.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) pengganti Kapolri pada Rabu, (23/10/2019).
Dalam Surpres tersebut, Presiden mengajukan Kabareskrim Komisaris Jenderal Idham Aziz sebagai calon tunggal pengganti Tito Karnavian.
"Sudah masuk (Surpres), iya Idham Aziz," ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, saat dihubungi, Rabu (23/10/2019).
Baca : Tak Menduga atau Firasat, Ini Unggahan Susi Pudjiastuti Sebelum Kabinet Diumumkan, Namanya Tidak Ada
Baca : Kabar Buruk PNS, Ini Contoh Jabatan dan Tunjangan Dipangkas Sesuai Pidato Jokowi, Satunya Kasubbag
Menurut Dasco, DPR akan segera memproses surat tersebut.
Nantinya, setelah alat kelengkapan dewan (AKD) Komisi III terbentuk maka akan digelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Idham Aziz.
"Ya nunggu Komisi III disepakati dulu. Kan Komisi III baru minggu depan, setelah itu ya langsung kita adakan fit and proper test. Kan komisinya belum dilantik," katanya.
Sebelum Idham Aziz resmi menjadi Kapolri, maka jabatan Kapolri, sementara akan dipegang oleh Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian mundur dari jabatannya. Surat pengunduran Tito sebagai orang nomor satu di Kepolisian telah diterima oleh DPR pada Selasa, (22/10/2019).
Tidak hanya surat pengunduran diri, pada hari yang sama DPR juga menerima surat pemberhentian Tito sebagai Kapolri, dari Presiden.
"Tadi siang baru saja kami Ketua DPR dan pimpinan dewan menerima pertama surat DPR terkait pemberhentian Tito Karnavian selaku Kapolri dan anggota Kapolri," kata Puan usai paripurna kemarin.
Dalam surat tersebut, Tito diberhentikan karena akan mengemban tugas lain di pemerintahan. Belakangan Tito yang pada Senin kemarin dipanggil ke Istana, diberhentikan karena ditunjuk sebagai Mendagri oleh presiden.
Kiprah Tito Karnavian
Presiden Joko Widodo telah memperkenalkan sejumlah menterinya dalam Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Salah satu nama yang menyorot perhatian adalah Jenderal Pol Tito Karnavian. Tito ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri), setelah sebelumnya menjabat sebagai Kapolri.
Siapakah Tito Karnavian dan bagaimana kariernya di kepolisian?
Tito diketahui merupakan lulusan Akpol 1987, dimana dirinya meraih Adhi Makayasa lantaran menjadi lulusan terbaik. Setelahnya, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Exter di Inggris di tahun 1993 dengan gelar MA bidang Kepolisian.
Baca: Bukan Reaksi Wijin Soal Video Syur yang Bikin Kesal,Gisella Anastasia Geram karena Harus Lakukan Ini
Baca: Polemik Tetty Paruntu, Dicoret di Menit Akhir Daftar Menteri karena Rekam Jejak Terkait Korupsi
Baca: Wishnutama Resmi Jadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dari Orang TV hingga Pernah Punya Band
Ia berkali-kali meraih lulusan terbaik, seperti saat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1996 dengan predikat Bintang Wiyata Cendikia alias lulusan terbaik PTIK. Lulusan terbaik kembali didapatkannya saat menempuh pendidikan di Lemhanas tahun 2011.
Pria asal Palembang, Sumatera Selatan itu juga meraih gelar Profesor di bidang terorisme dan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kepolisian Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme di STIK - PTIK pada 2017 silam.
Sementara prestasinya di Korps Bhayangkara juga terbilang moncer. Saat menjabat Kasat Serse Polda Metro Jaya, dirinya berhasil mengungkap kasus bom Kedubes Filipina (2000), bom Bursa Efek Jakarta (2001), bom malam natal (2001) dan bom di Plaza Atrium Senen, dalam kurun waktu tahun 2000-2002.
Atas keberhasilannya menangkap otak pelaku pembunuhan hakim Saifudin Kartasasmita, Tito menerima kenaikan pangkat dari Kompol menjadi AKBP. Ia kemudian dirotasi menjadi Kasat Serse Keamanan Negara (Kamneg) di Polda Metro Jaya.
Sejumlah kasus berhasil diungkapnya, khususnya kasus yang berkaitan dengan bom dan terorisme. Seperti bom JW Marriot (2003), bom di Kedubes Australia (2004), bom Bali II (2005), bom di pasar Tentena, Poso (2005), hingga melumpuhkan gembong teroris Azhari Husin alias Dr Azhari di Batu, Malang, Jawa Timur (2005).
Saat itu Tito kembali mendapatkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Komisaris Besar (Kombes) dari Kapolri Jenderal Pol Sutanto.
Kariernya semakin menanjak setelah ia memimpin dan berhasil membongkar jaringan teroris pimpinan Noordin M. Top. Pangkatnya kala itu naik menjadi Brigardir Jenderal (Brigjen) dan diangkat menjadi Kepala Densus 88 Antiteror Polri.
Tito setelahnya kembali pecah bintang saat dipercaya untuk menjabat Kapolda Papua, Kapolda Metro Jaya, hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Puncak karier Tito datang saat Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai calon tunggal Kapolri pada Juni 2016, untuk menggantikan Jenderal Pol Badrodin Haiti yang akan segera pensiun tatkala itu.
Saat menjabat Kapolri, Tito memperkenalkan kebijakan Promoter yakni Profesional, Modern dan Terpercaya, untuk memajukan kualitas personel Korps Bhayangkara, mendorong modernisasi dalam layanan publik, serta melakukan reformasi internal menuju polisi yang bersih dan bebas dari KKN demi terwujudnya penegakan hukum yang objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.