Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Uji Materi UU Pilkada, Pemohon Minta Pencabutan Hak Politik Diubah Menjadi 10 Tahun

Hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Sidang Uji Materi UU Pilkada, Pemohon Minta Pencabutan Hak Politik Diubah Menjadi 10 Tahun
TribunJakarta.com/Muhammad Rizki Hidayat
Foto ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pada Kamis (24/10/2019) ini, sidang beragenda perbaikan permohonan II. Sidang dipimpinan hakim Suhartoyo, didampingi hakim konstitusi, Saldi Isra, dan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna.

Suhartoyo mengatakan pihak hakim konstitusi sudah menerima perbaikan permohonan pemohon yang kemudian tercatat dalam register perbaikan pada Jumat 18 Oktober lalu.

Baca: Dekorasi Rumah Bergaya Kontemporer di Mozaik Indonesia dari Sarinah Home

Baca: VIRAL Gegara Peluk Mantan Pacar di Pelaminan, Ayah Pengantin Wanita Marah, Ingin Hajar Pria Ini

Baca: Hasil dan Klasemen Liga 1 2019 Pekan ke-24: Persija dan Persib Imbang, Bali United Kokoh di Puncak

"Kami sudah mempelajari poin yang telah dilakukan perubahan atau perbaikan. Untuk jelasnya supaya persidangan disimak para yang hadir di sini supaya disampaikan poin perbaikan," kata Suhartoyo, saat memimpin sidang di ruang sidang pleno gedung MK, Kamis (24/10/2019).

Adapun, di kesempatan tersebut, pihak pemohon, hadir Donal Fariz dan Violla Reininda, selaku kuasa hukum pemohon dari ICW dan Perludem.

Donal menjelaskan mengenai poin-poin perbaikan permohonan.

Berita Rekomendasi

"Hari ini kami pemohon ada dua orang hadir saya sendiri dan Violla Reininda. Kami menyampaikan poin (perbaikan,-red). Kami sudah mengajukan tanggal 18 Oktober," kata dia.

Sementara itu, Violla Reininda, menjelaskan mengenai argumentasi pemohon menguji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Menurut dia, perlu ada rasionalisasi masa tunggu bagi mantan terpidana untuk dapat kembali mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah. Pihak pemohon berkeinginan mengubah masa tunggu dari sebelumnya lima tahun menjadi 10 tahun masa tunggu.

"Alasan disamakan dengan waktu maksimal jabatan kepala daerah, yaitu 10 tahun atau dua periode. Agar mantan narapidana dapat berbenah dan mempersiapkan diri menjadi kepala daerah, sebuah jabatan publik yang memegang wewenang, serta tanggung jawab yang besar," kata dia.

Sebagai contoh kasus, dia memasukkan kasus residivis tindak pidana korupsi Bupati Kudus ke bagian rasionalisasi masa tunggu untuk memperkuat argumentasi tentang masa tunggu.

"Dan, yang terakhir dalam permohonan kami pun menambahkan tentang pentingnya menjadikan permohonan ini sebagai perkara prioritas. Sebab, permohonan kami berkaitan langsung dengan Pilkada 2020," tuturnya.

Setelah mendengarkan keterangan dari kuasa hukum pemohon, hakim konstitusi Suhartoyo mengungkapkan, akan mempertimbangkan permohonan tersebut.

"Ada kajian yang bisa kita tracking bersama. Mahkamah Agung kalau tidak salah memberikan batas maksima pencabuta hak politik itu 5 tahun untuk pidana tambahan itu. Kalau ini menjadi 10 tahun kan. Meskipun ini ka juga belum tentu jaminan dikabulkan," kata Suhartoyo.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menguji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Sidang perdana perkara Nomor 56/PUU-XVII/2019 digelar di Ruang Sidang Pleno, Selasa (8/10/2019)

Permohonan ini diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Para pemohon menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g "tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” bertentangan dengan Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas