SK Dirjen PHU Terkait Pedoman Pendaftaran Jamaah Umroh Dipersoalkan Sejumlah PPIU
Menurut Hermanto, SK ini selain bertentangan dengan perundang-undangan yang ada juga dengan asas-asas pemerintahan yang baik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait terbitnya Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 323 Tahun 2019 tentang Pedoman Pendaftar Jamaah Umrah, sejumlah Panitia Penyelenggara Ibadah Umrah (PPIU) yang tergabung dalam Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) melayangkan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan tersebut, menurut kuasa hukum Kesthuri Hermanto telah terdaftar di PTUN tertanggal 6 September 2019 dengan nomor 175/gugatan/2019/PTUN Jakarta.
Dan saat ini gugatan tersebut telah berjalan dan disidangkan meski dengan agenda yang bersifat persiapan.
Adapun dalam persidangan itu, tergugat dihadiri oleh pihak Biro Hukum Direktorat Jenderal PHU Kemenag.
Menurut Hermanto, SK ini selain bertentangan dengan perundang-undangan yang ada juga dengan asas-asas pemerintahan yang baik.
"Salah satunya dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Dimana, dalam PMA ini, hanya memandatkan Dirjen PHU untuk menetapkan ketentuan mengenai pendaftaran calon jamaah umrah, bukan menentukan biaya, cicilan, serta teknis penarikan dana jamaah," kata Hermanto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Akan tetapi, dalam SK No323 tahun 2019 yang dikeluarkan Dirjen PHU Nizar Ali memuat aturan tentang biaya dengan membatasi minimal jumlah setoran awal calon jamaah sebesar Rp10 juta, serta jumlah cicilan sebanyak tiga kali hingga lunas.
"Aturan ini merugikan pihak PPIU yang dalam hal ini sebagai penggugat. Karena dalam SK tersebut menyatakan, jamaah sudah dinyatakan lunas jika sudah membayarkan hingga Rp 20 juta. Sementara, harga paket PPIU sendiri lebih dari Rp20 juta. Lalu bagaimana, dengan PPIU yang mematok biaya paket Rp 30 juta. Siapa yang menanggung sisanya?" tegas Hermanto.
Sebelumnya, Ketua Umum Kesthuri Asrul Azis Taba mengatakan telah terlebih dahulu melaporkan hal ini pada Kemenag bahwa SK ini dinilai merugikan PPIU.
Namun, tak ada tanggapan atau respons atas laporan tersebut.
"Sebelum mengajukan gugatan ini, kami sudah melaporkan pada pihak Ditjen PHU Kemenag. Maka itu, kami berlanjut mendaftarkan gugatan ke PTUN," terangnya.
Terlebih, Asrul menilai, pemberlakuan SK ini terkesan dipaksakan.
"Karena, SK ini diberlakukan ketika para pemilik PPIU sedang berada di Tanah Suci guna menyelenggarakan pelaksanan haji," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.