Bahas Kenaikan Iuran BPJS dalam Rapat Terbatas, Jokowi Berharap Tak Ada Gejolak Di Masyarakat
Presiden Joko Widodo berharap kenaikan iuaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak menimbulkan gejolakdalam diri masyarakat.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo berharap, kebijakan terkait kenaikan iuaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak menimbulkan gejolak dalam diri masyarakat.
Kebijakan ini disingggung Jokowi melalui rapat terbatas dengan topik penyampaian program dan kegiatan di bidang politik hukum dan keamanan yang di gelar di Kantor Presiden, pada Kamis (31/10/2019).
Jokowi mengimbau para menterinya untuk dapat menjelaskan kepada masyarakat terkait kenaikan iuran BPJS.
Hal ini penting dilakukan, agar masyarakat mengerti dengan jelas mengenai kebijakan ini.
Jokowi mengatakan ia tidak ingin rakyat menganggap pemerintah memberikan beban yang berat kepada mereka terutama rakyat miskin.
- Komentari Cara Jokowi Pilih Menteri dengan Panggil ke Istana, 2 Dosen UI Sebut Gimmick hingga Drama
- Soal Cadar, PKB: Sebaiknya Penggunaan Pakaian Disesuaikan dengan Budaya Indonesia
"Jangan sampai urusan yang berkaitan kenaikan tarif BPJS kesehatan, kalau cara kita menerangkan tidak clear, tidak jelas, keliatannya kita ini ingin memberatkan beban yang lebih banyak kepada rakyat," ujar Jokowi.
Selain itu, jika para menteri salah dalam memberikan penjelasan terkait kenaikan iuran, maka akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Karena sepanjang tahun 2019, 96 juta orang telah menerima layanan kesehatan gratis melalui BPJS kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Anggaran yang telah dikeluarkan mencapai Rp 41 Triliun.
"Pada tahun 2019, kami telah menggratiskan 96 juta rakyat lewat PBI, jadi anggaran total yang kita subsidikan kesana 41 triliun, rakyat harus ngerti ini," ujar Jokowi.
Kebijakan kenaikan iuran BPJS ini dilakukan untuk mengatasi defisit di BPJS.
Sebenarnya adanya kebijakan ini tidak akan mencekik rakyat miskin.
Karena mereka sudah mendapatkan subsidi dari Pemerintah.
Jokowi mengatakan, Pemerintah pada 2020 sudah menganggarkan subsidi BPJS senilai Rp 48,8 triliun.
Itu merupakan nilai yang besar menurut Presiden RI.
"Tahun 2020, subsidi yang kita berikan kepada BPJS sudah 48,8 triliun, ini angka yang besar sekali," ungkap Jokowi.
Jokowi kembali menegaskan, subsidi dari APBN yang bernilai besar ini, jangan sampai masyarakat masih merasa terbebani.
Dikutip dari Kompas.com, Presiden Jokowi sebelumnya memutuskan kenaikan BPJS lewat Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019.
Iuran BPJS Kesehatan kelas III yang sebelumnya Rp 25.500 naik menjadi Rp 42.000.
- Idham Azis Resmi Dilantik Jadi Kapolri, Ini 7 Program Prioritas dan PR, Termasuk soal Novel Baswedan
- Jokowi Lantik Idham Azis sebagai Kapolri Baru, Kini Resmi Menyandang Pangkat Jenderal
Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000. Sementara Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160 ribu.
Kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Setelah membahas mengenai kenaikan iuran BPJS, Jokowi juga membahas mengenai rencana revisi Undang-undang Ketenagakerjaan.
Serta penolakan dari rakyat terkait rancangan undang-undang yang kontroversial.
Jokowi meminta Menko Polhukam agar dapat dijelaskan kepada rakyat secara runtut dan jelas.
Karena kalau Pemerintah tidak dapat mengelola dengan hati-hati akan memicu masalah politik yang berkepanjangan.
Oleh sebab itu, Menko Polhukam secara intensif melakukan deteksi diri dan membuka komunikasi seluas-luasnya kepada semua pihak tanpa terkecuali.
Rapat terbatas ini dihadiri oleh menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju.
Terlihat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Tak hanya itu, para menteri di bawah koordinasi Polhukam juga tampak hadir.
Para menteri terlihat serius mendengarkan rapat terbatas yang disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma) (Kompas.com/ ihsanuddin)