Siap-siap, Nunggak Iuran BPJS Kesehatan Bakal Susah Urus SIM dan Paspor
BPJS Kesehatan dan pemerintah sedang menyiapkan aturan untuk menertibkan peserta yang tidak tertib membayar iuran
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan pemerintah sedang menyiapkan aturan untuk menertibkan peserta yang tidak tertib membayar iuran.
Banyaknya peserta yang menunggak bayar memang masuk dalam daftar penyebab BPJS Kesehatan mengalami defisit, sehingga rincian sanksinya sedang dibahas intensif di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
“Ini yang kita bicarakan kepada semua pihak sekarang sedang proses di Menko PMK untuk Inpres dalam mendapatkan pelayan publik,” ungkap Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris saat ditemui di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, di Jakarta Selatan, Jumat (1/10/2019).
Sedikit bocoran, nantinya sanksi akan berhubungan dengan administrasi layanan publik.
Misalnya untuk memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) harus lunas iuran BPJS terlebih dulu, termasuk juga untuk syarat memperpanjang paspor.
“Jadi sedang kita bahas misalnya ingin memperpanjang SIM kan harus ada syaratnya, nanti syarat lunas BPJS kesehatan jadi syaratnya. Untuk paspor juga,” papar Fachmi Idris.
Sebelum sanksi diterapkan BPJS Kesehatan akan terlebih dulu melakukan cara-cara persuasif seperti penagihan melalui SMS, email maupun petugas yang mendatangi langsung peserta.
“Kami menggunakan cara-cara yang paling lembut, yang persuasif terlebih dulu. Ditelepon dulu diingatkan sampai beliau bayar, tiga bulan, tidak juga berubah nanti kader JKN melakukan penagihan langsung untuk mengingatkan lagi,” pungkas Fachmi Idris.
Daya Beli Masyarakat
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris meyakini kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar dua kali lipat tak akan menurunkan daya beli masyarakat.
Hal ini diungkapkan Fachmi untuk menjawab keluhan para buruh yang menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menurunkan daya beli masyarakat.
“Dari total Peserta Penerima Upah (PPU) yang penghasilannya Rp 8 juta ke atas enggak sampai 5 persen. Jadi 95 persen peserta penerima upah tidak pengaruh naiknya iuran,” ujar Fachmi di kantornya, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Fachmi menjelaskan, dalam aturan yang baru bagi buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta saja.
Itu pun, porsi iuran yang ditanggung pemberi kerja sebesar 4 persen dari gaji atau upah tersebut. Lalu, porsi yang ditanggung peserta hanya 1 persen.