Penagihan Langsung Iuran BPJS Yang Menunggak, BPJS Watch: Seperti Debt Collector Saja
Menurut Indra, penagihan langsung justru menakut-nakuti dan memberikan tekanan kepada masyarakat
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar menilai, upaya pihak BPJS Kesehatan yang akan melakukan penagihan secara langsung kepada warga yang tidak membayar iuran tidak tepat.
Menurut Indra, penagihan langsung justru menakut-nakuti dan memberikan tekanan kepada masyarakat.
Ajudan Baru Jokowi dari Polisi: Mantan Wakapolres Jakarta Utara, Dapat Firasat Lewat Mimpi
"Penagihan iuran BPJS Kesehatan justru lebih pada menakut-nakuti masyarakat, mengancam masyarakat," ujar Indra dalam diskusi bertajuk 'BPJS Kesehatan, Kezzeel Tapi Butuh' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).
Indra juga mengatakan, meski pihak BPJS telah menjelaskan maksud penagihan yang dilakukan oleh kader JKN, perlu adanya informasi lebih lanjut kepada masyarakat terkait kerja para penagih tersebut.
Sebab, penjelasan kepada peserta BPJS Kesehatan perlu agar menghilangkan ketakutan di masyarakat.
"Tapi yang beredar di masyarakat kan langsung tidak bisa urus KTP, nggak boleh memperpanjang SIM, nggak boleh memperpanjang STNK, dan sebagainya. Ini yang harus diluruskan," kata Indra.
Kata Dinas Bina Marga DKI soal Anggaran Pembangunan Trotoar Capai Rp 1,1 Triliun
Lebih lanjut, Indra mengatakan, kesalahan informasi ini membuat masyarakat menganggap BPJS menjadi debt collector atau penanggih hutang.
"Cuma, karena terkait dengan tadi, akibatnya menimbulkan sebuah image di masyarakat, BPJS ini sudah seperti jadi debt collector," jelasnya.
Kritisi DPR terhadap BPJS
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya masalah sederhana.
Rahmad Handoyo mengatakan, justru yang menjadi persoalan besarnya adalah carut marut data kepesertaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan di rumah-rumah sakit.
Kompolnas soal Iwan Bule: Hal Biasa Jenderal TNI-Polri Menjadi Ketua Umum Organisasi
"Kita jangan terjebak pada setuju dan tidak setuju. Ada masalah lebih besar dalam BPJS Kesehatan ini," kata Rahmad kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).
Rahmad mengingatkan, peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh negara harus disisir lagi.
Karena di antara mereka ada masyarakat yang sebetulnya tidak layak masuk sebagai peserta tetapi biayanya ditanggung negara.
Peserta yang tidak layak ini kata Rahmad harus dikeluarkan dari daftar atau data peserta BPJS Kesehatan.
"Sangat banyak yang mestinya dikeluarkan dari data kepesertaan BPJS Kesehatan karena memang mereka mampu. Ini harus ditertibkan, karena memanfaatkan negara yang semestinya bukan untuk mereka," kata Rahmad.
Politisi PDI Perjuangan ini melihat, pelaksanaan BPJS Kesehatan bisa menjadi momentum bergotong royong, yaitu masyarakat yang mampu mensubsidi yang miskin dengan membayar iuran BPJS yang dinaikkan.
"Ini tugas pemerintah untuk membereskan data kepesertaan, dengan mensisir ulang kepesertaan itu," ujar Rahmad.
Kemudian, tambah dia, setelah iuran BPJS Kesehatan naik, maka pasien akan menuntut pelayanan yang semakin baik, seperti pelayanan cepat dan ketersediaan obat.
Karena itu kata Rahmad, silakan saja iuran BPJS Kesehatan dinaikkan, tetapi terlebih dulu membereskan data kepesertaan dan meningkatkan pelayanan.
Kepada masyarakat yang keberatan bahkan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, diminta untuk memberi solusinya.
Sebab jika sampai negara tekor, maka pemerintah bakal kesulitan dan terseok-seok untuk membiayai.
"Dari mana uang negara ? Maka harus ada solusinya, kita cari solusi dan tidak hanya sekedar menolak," katanya.
Ia menambahkan, jika tidak setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kemudian BPJS bangkrut, maka negara tidak bisa lagi melayani kesehatan masyarakatnya.
Kata Pengamat, Popularitas Gibran Masih Kalah dengan Didi Kempot
Seperti diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari besaran saat ini, berlaku mulai 1 Januari 2020.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.