Larangan Eks Koruptor Maju di Pilkada, KPU: Harus Sosok yang 'Sempurna'
Adapun aturan tersebut tertulis dalam Pasal 4 huruf h. Arief menilai substansinya berbeda dengan antara Pilkada dan Pileg.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI.
Dalam RDP tersebut, dibahas soal rancangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 tahun 2017, yang mengatur soal mantan terpidana kasus korupsi dilarang mencalonkan diri dalam Pilkada.
Adapun aturan tersebut tertulis dalam Pasal 4 huruf h, Ketua KPU Arief Budiman menilai substansinya berbeda dengan antara Pilkada dan Pileg.
"Pilkada ini kan yang terpikir adalah satu orang yang dia akan menjadi pemimpin di wilayah tersebut. Satu orang ini kan harapannya kuta cari orang yang betul-betul terbaik, karena dia harus menjadi contoh, bukan sekadar dia mampu melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya, tapi menjadi figur yang bisa memberi contoh kepada masyarakat yang dipimpinnya," kata Arief Budiman di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (4/11/2019).
Baca: Pilkada 2020 Sarana Pendidikan Politik bagi Generasi Milenial
Maka, KPU menilai dengan rancangan perubahan PKPU ini, yang dipilih masyarakat untuk memimpin wilayahnya adalah yang betul-betul baik.
"Dan itu hanya satu orang pemimpinnya di setiap wilayah. Dalam tanda kutip dia harus sosok yang sempurna, kira-kira seperti itu," pungkas Arief.
Meski begitu, Arief memahami bahwa PKPU yang melarang caleg eks koruptor maju nyaleg digugat ke Mahkamah Agung dan peraturan tersebut dibatalkan.
Baca: Aliran Dana Pencucian Uang Wawan Disebut untuk Biaya Pilkada
"Kami berpandangan karena pemilu legislatif itu memang isinya adalah orang-orang yang mewakili seluruh kelompok masyarakat," pungkasnya.