Jokowi Gencar Tangkal Radikalisme, Tengku Zul Bingung: Pemerintah Saja Belum Tahu Definisinya
Tengku Zulkarnain sebut pemerintah belum tahu arti radikalisme. Ia juga singgung kaum takfiri yang mengkafirkan orang lain yang tak sepaham.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah gencar untuk menangkal aksi radikalisme pada pemerintahannya bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
Menanggapi hal itu, Ustaz Tengku Zulkarnain justru bingung lantaran ia beranggapan pemerintah belum tahu betul apa definisi dari radikalisme.
Dilansir Tribunnews.com, hal tersebut diungkapkan Tengku Zul dalam wawancara 'FAKTA' unggahan kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (4/11/2019).
"Saya mau tahu juga di kacamata Pak Ustaz sekarang, kita sudah beberapa pekan ini masih konsentrasi soal definisi juga," ujar pembawa acara Balques Manisang.
"Sepakat enggak dengan gerakan radikalisme yang kemudian ini hendak ditangkal oleh pemerintahan Joko Widodo?" tanya Balques.
"Ya, sampai sekarang kan pemerintah belum berhasil mendefinisikan apa itu radikalisme, radikalisme itu sebenarnya apa, gerakan apa?" ucap Tengku Zul.
Tengku Zul menyebut sebagian orang yang beranggapan radikalisme adalah gerakan ingin mengganti dasar dan falsafah negara.
Namun Tengku Zul mengaku tidak tahu sebenarnya siapa yang ingin mengganti.
"Kalau dikatakan gerakan mau mengganti dasar negara Undang-Undang Dasar 45, falsafah negara Pancasila, siapa?" tanya Tengku Zul.
Bahkan Tengku Zul meyakini mayoritas organisasi Islam sepakat dengan apa yang menjadi dasar, falsafah, dan semboyan negara.
"67 organisasi Islam semua sepakat, Pancasila falsafah negara, Undang-Undang Dasar 45 dasar negara, Bhinneka Tunggal Ika semboyan negara, NKRI bentuk negara, semua sepakat, enggak ada (yang melawan)," ujarnya.
Bagi Tengku Zul, seluruh ormas Islam yang sudah terdaftar di Majelis Ulama Indonesia tidak ada sangkut pautnya dengan gerakan radikalisme.
"Tidak ada satu pun dari 67 ormas yang di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia yang berkeinginan mengubah dasar negara," tegas Tengku Zul.
"Terus siapa yang radikal?" imbuhnya.
Tengku Zul kemudian mengaitkan definisi radikalisme yang kerap disalahartikan sebagai orang berpaham takfiri.
Padahal orang-orang takfiri atau yang menyebut sesama muslim atau orang berkeyakinan lain dengan istilah 'kafir' sudah ada sejak zaman Ali bin Abi Thalib.
"Ya kita sepakat, kalau memang ada paham takfiri yang mengkafir-kafirkan sesama orang Islam dan lain-lain, itu bukan baru lima tahun ini, itu sejak zaman Sayyidina Ali," ucap Tengku Zul.
Tengku Zul juga menceritakan di masa lalu orang-orang takfiri yang disebut kaum khawarij membunuh kaum yang tidak sepaham dengan mereka.
Maka dari itu, Tengku Zul berpendapat orang-orang takfiri ini memang harus diberantas.
Namun memerangi kaum takfiri memang sudah ada sejak dulu dan bukanlah hal baru.
"Kalau itu kita sepakat kalau takfiri wajib ditolak, bukan baru sekarang, sejak zaman Sayyidina Ali, dan wajib diperangi, enggak boleh ini ada seperti ini," ucapnya.
Berikut video lengkapnya:
Jokowi Ganti Istilah Radikalisme
Jokowi sempat mengusulkan penggantian istilah radikalisme dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Dikutip dari Kompas.com, Jokowi awalnya membahas meredam aksi demonstrasi, reformasi hukum, hingga masalah industri pertahanan.
Di akhir pidatonya, Jokowi membahas sedikit tentang radikalisme.
"Harus ada upaya yang serius untuk mencegah meluasnya, dengan apa yang sekarang ini banyak disebut yaitu mengenai radikalisme," ucap Jokowi.
Jokowi mengusulkan agar ada istilah baru untuk para kaum radikal.
Jokowi menyebut istilah 'manipulator agama' sebagai satu contoh pengganti istilah radikalisme.
"Atau mungkin, enggak tahu, apakah ada istilah lain yang bisa kita gunakan, misalnya manipulator agama," kata Jokowi.
Jokowi kemudian menyerahkan hal itu kepada Menkopolhukam Mahfud MD.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.