Wamendes PDTT: Alokasi Dana Desa Melalui Kerjasama Antar Kementerian
Wamendes PDTT: Alokasi Dana Desa Melalui Kerjasama Antar Kementerian. Terungkap adanya desa fiktif
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Wakil Menteri Desa PDTT Budi Arie Setiadi memastikan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan pemantauan, pemanfaatan penggunaan dana desa yang digelontorkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Jumlah dana desa yang digelontorkan oleh Kemenkeu itulah yang kita pantau," ujar Budi, Jumat ( 8/11/2019).
Tahun 2015 dana yang digelontorkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa, lalu pada 2016 dana desa sebesar Rp 46,98 triliun untuk 74,754 desa.
Kemudian pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.910 desa. Tahun 2019 untuk 74.954 desa sebesar Rp 70 Triliun.
Selama ini, kata Budi, dana desa yang digelontorkan ke desa tidak mengalami permasalahan dalam pemanfaatannya.
"Dana desa yang diterima oleh desa telah dimanfaatkan dengan baik sesuai aturan. Meski masih terdapat desa yang perlu bimbingan dalam hal pemanfaatannya," katanya.
Baca: Seputar 3 Desa Fiktif di Konawe: Pemekaran Wilayah, Ada Kesanamaan, 57 Saksi Diperiksa
Budi mengatakan proses perencanaan pengalokasian dana desa selama ini dilakukan melalui kerja sama antar kementerian.
Kementerian Dalam Negeri menentukan jumlah dan lokasi desa yang akan mendapatkan dana desa pada tahun berikutnya.
Jika ada keberatan terhadap desa-desa tertentu sesuai laporan masyarakat dan pendamping, maka akan dibawa ke dalam rapat di Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan).
Di antaranya pertanyaan mengenai jumlah penduduk dan luas desa (data pada Kemendagri), rumah tangga miskin (data pada Kemensos), jarak berbagai fasilitas desa (data dari BPS).
Baca: Seputar 3 Desa Fiktif di Konawe: Pemekaran Wilayah, Ada Kesanamaan, 57 Saksi Diperiksa
"Peran Kementerian Desa PDTT dalam proses tersebut ialah menyediakan data APBDes seluruh desa. Juga jumlah desa menurut status perkembangan desa (mandiri, maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal)," katanya.
Baca: ICW Ingatkan Pemerintah Harus Ketat Awasi Dana Desa Agar Tidak Muncul Desa Fiktif
Selanjutnya, Kementerian Keuangan mengolah seluruh data menjadi bahan pengalokasian dana desa per kabupaten.
Penyalurannya dana desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan atau transfer dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
Dalam hal ini, pemerintah kabupaten yang selanjutnya dilakukan pemindahbukuan atau transfer dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD).
Tujuh hari setelah dana desa diterima, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bupati perihal pengalokasian dana ke masing-masing desa.
Nilainya tergantung pada kesulitan geografis tiap desa, di mana semakin besar pada desa yang kian terpencil.
Dalam hal tahapan pencairan dana desa, disalurkan melalui 3 tahapan. Yakni tahap pertama sebesar 20 persen. Tahap kedua sebesar 40 persen dan tahap ketiga sebesar 40 persen.
"Terkait pencairannya itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu pada setiap tahapannya," Budi Arie menjelaskan.
Baca: Kemendagri Tak Kompromi Jika Ada Pegawainya yang Terlibat Pembentukan Desa Fiktif
Tahap pertama syaratnya Peraturan Desa (Perdes) dan APBDes, lalu untuk tahap kedua laporan realisasi dan konsolidasi dana desa tahun sebelumnya.
Dalam tahap kedua ini, syaratnya belum diminta laporan tahap pertama. lalu ada tahap 3, baru laporan tahap satu dan tahap kedua.
Sementara itu, mengenai sinyalemen adanya desa hantu, menurut Wamendes Budie Arie, tertuju pada konsistensi antara kode resmi dari Kemendagri dengan pencairan dana desa di lapangan.
Desa hantu menjadi masalah jika sampai dana desa cair, padahal tidak ada rekening kas desa yang asli.
Baca: ICW Sebut Ada 15 Pola Korupsi Terkait Dana Desa Fiktif
Kementerian Desa PDTT memiliki aplikasi https://sipede.ppmd.kemendesa.go.id yang mendeteksi jumlah desa yang mencairkan dana desa, juga laporan pencairan pada tingkat kabupaten/kota.
Untuk Kabupaten Konawe, pada 2015 dan 2016 melapor 100 persen dana desa cair.
"Namun, dari 241 desa tersebut, ada Desa Ulu Meraka, Kecamatan Lambuya yang tidak mendapatkan dana desa. Inilah yang disinyalir desa hantu," Budi Arie menegaskan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.