Kapolda Papua Gandeng Aktivis ''Bujuk'' Mahasiswa Papua yang Masih Menolak Lanjutkan Studi
Paulus Waterpauw mengatakan hingga kini sekitar ribuan mahasiswa perantau asal Papua masih pulang ke kampung halamannya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan hingga kini sekitar ribuan mahasiswa perantau asal Papua masih pulang ke kampung halamannya.
Mereka masih enggan kembali melanjutkan studi ke kotanya masing-masing.
Hal tersebut ditenggarai oleh aksi protes tindak rasisme yang terjadi di Asrama Papua di Jalan Kalasan, Surabaya yang sempat ricuh pada 17 Agustus 2019 lalu.
Baca: Kasus Kerusuhan Asrama Mahasiswa Papua, 3 Tersangka Jalani Tahap II di Kejari Surabaya
Baca: Pangdam XVII Cenderawasih dan Kapolda Papua Patroli Naik Motor Keliling Kota Wamena
Baca: Kapolda Ingatkan Personelnya Tidak Lengah, Harus Selalu Waspada Jaga Keamanan Papua
Baca: Aparat Keamanan TNI-Polri Diminta Waspadai Pergerakan KKB di Tembagapura
"Hari ini akibat persoalan rasisme pada 17 Agustus 2019 di Jalan Kalasan nomor 10 Surabaya. Yang saya pernah kecil disitu, hari ini sudah 3.000 lebih mahasiswa pelajar kembali ke Papua. Kenapa itu?" kata Waterpauw dalam acara diskusi di Gedung IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Namun demikian, Waterpauw menyatakan terus melakukan berbagai upaya agar mahasiswa bisa kembali studi ke kotanya masing-masing. Salah satunya dengan bekerja sama dengan aktifis kampus untuk membujuk para mahasiswa asal Papua untuk kembali studi.
"Kita yang menginisiasi dengan bapak pangdam dengan merekrut adik-adik aktifis untuk memerankan mereka. Karena mantan mantan BEM. Kita minta ke mereka coba fasilitasi beberapa adik adik kita agar bisa kembali ke kota studi masing-masing," ungkapnya.
"Tetapi yang terdaftar sampai hari ini yang (sudah kembali), saya sampaikan ke bapak Kapolri itu adalah 95 orang dari 3 ribu lebih. Sisanya sudah masuk ke pelosok-pelosok," sambungnya.
Dia menyatakan prihatin dengan kondisi yang dialami oleh Papua. Namun, ia tetap optimistis situasi Papua bisa kembali pulih sedia kala.
"Kita tetap harus optimis (setidaknya) bahwa bahasa Indonesia masih tetap dipakai sampai hari ini," pungkasnya.