LPSK Sarankan Aset Sitaan Terkait Kasus First Travel Dialihkan Untuk Pembangunan Tempat Ibadah
LPSK menyarankan para korban meminta Kejaksaan Agung dan Kementerian keuangan agar aset sitaan first travel digunakan membangun rumah ibadah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, merekomendasikan pemanfaatan aset sitaan kasus First Travel digunakan sebagaimana tujuan para korban untuk beribadah.
"Kami menyarankan para korban meminta Kejaksaan Agung dan Kementerian keuangan agar aset sitaan first travel digunakan membangun rumah ibadah berupa masjid dan musala di beberapa titik tempat para korban berasal," kata Edwin dalam keterangannya, Minggu (17/11/2019).
Dia menjelaskan masjid atau musala yang dibangun dengan menggunakan aset tersebut sepenuhnya atas nama korban.
Baca: LPSK: Negara Tidak Boleh Mengambil Keuntungan Dari Kasus First Travel, Pikirkan Hak Korban
Dengan begitu amal jariyahnya diharapkan tidak terputus dan akan terus mengalir pahalanya bagi korban.
"Selain itu, masjid atau musala yang dibangun bisa menjadi monumen pengingat agar masyarakat tidak lagi ada yang menjadi korban serupa di masa yang akan datang," kata dia.
Dia mengungkapkan, apabila jumlah aset disita itu diberikan secara merata kepada korban tentu nilai nominal menjadi kecil dan belum tentu korban ikhlas menerima.
Baca: Awal Berdirinya Biro Umrah First Travel, Lakukan Penipuan Hingga Pemilik Divonis 20 Tahun Penjara
"Belum lagi, jumlah aset yang disita tidak sebanding dengan nominal kerugian yang diderita korban. Apabila aset itu dibagi rata kepada korban, tentu nilai menjadi kecil dan belum tentu korban ikhlas menerima," ungkapnya.
Sehingga, rencana pembangunan tempat ibadah menjadi usulan realistis dibandingkan melakukan pendekatan ke pemerintah melalui Kejaksaan Agung dan Menteri Keuangan untuk meminta seluruh aset yang disita pemerintah dikembalikan kepada seluruh korban.
Baca: Pengacara Korban First Travel: Ini Kan Bukan Uang Korupsi Tapi Jemaah, Kok Diambil Negara?
Serta upaya korban mengajukan ganti kerugian kepada pelaku melalui pengajuan restitusi ke pengadilan.
"Dua tawaran solusi ini berpotensi menimbulkan masalah baru. Sulitnya mengindentifikasi, verifikasi dan melakukan kompilasi terkait data jumlah korban yang tersebar di seluruh Indonesia, bukti kerugian, dan proses administrasi lainnya menjadi tantangan sendiri yang tidak mudah dijalankan," tuturnya.
Somasi kejaksaan hingga Kemenkeu
Pengacara korban First Travel, Luthfi Yazid, menegaskan pihaknya mengirimkan somasi kepada tiga lembaga tinggi negara terkait aset korban First Travel yang dikembalikan ke negara. Adapun somasi tersebut dikirimkan hari ini, Sabtu (16/11/2019).
Adapun tiga lembaga yang akan dilayangkan somasi, Lutfi mengatakan, yakni Kejaksaan Agung, Kementerian Agama, dan Kementerian Keuangan yang membawahi Dirjen Kekayaan Negara.
"Alasan kami melayangkan somasi, karena pernyataan Kejari itu juga yang dia bilang bahwa mohon diikhlaskan karena ini untuk negara, harta diambil negara tidak apa-apa," kata Luthfi saat dihubungi, Sabtu (16/11/2019).
Baca: Awal Berdirinya Biro Umrah First Travel, Lakukan Penipuan Hingga Pemilik Divonis 20 Tahun Penjara
Luthfi heran dengan pernyataan tersebut dan bertanya hal yang sebaliknya
"Saya akan balik tanya juga, kalau hartanya Pak Kepala Kajari diminta untuk negara boleh enggak," lanjutnya.
Sebagai kuasa hukum atas puluhan ribu korban First Travel, Luthfi meminta jika memang lelang aset First Travel dilakukan, pemerintah harus memberangkat para calon jemaah ke tanah suci.
"Ini kan bukan uang korupsi. Ini uang jemaah, uang perorangan, kok diambil negara? Pertanyaan jadi panjang tuh, memang negara susah banget sampai mengambil uang (para korban First Travel)?" kata Luthfi.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) lewat kasasi memvonis semua harta First Travel untuk diserahkan ke negara, bukan ke jemaah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok pun sudah memulai tahapan lelang barang bukti First Travel tersebut.
Ada sejumlah aksesori seperti puluhan tas mewah untuk dilelang. Kejari mengungkap sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh.
"Sudah mulai ini kita lelang satu-satu. Kita sudah mulai penafsiran segala macam. Ini kan cuma-cuma fisiknya, tapi proses lelangnya nanti kantor Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)," kata Kepala Kejari Depok Yudi Triadi kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Depok, Jumat (15/11).