Sektor Swasta Berpotensi Jadi Akselerator Pembiayaan dan Implementasi UHC dan SDG's
Sektor swasta dapat menjadi akselerator pembiayaan dan implementasi Cakupan Kesehatan Semesta
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sawan Malik, Presiden Direktur dari PT Johnson & Johnson Indonesia menilai, sektor swasta berperan dalam implementasi Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage / UHC).
Sektor swasta dapat menjadi akselerator pembiayaan dan implementasi Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage / UHC) yang diupayakan BPJS Kesehatan.
"Kami telah bekerja sama dan bermitra dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait untuk memastikan kami dapat mengembangkan dan memberikan solusi terintegrasi, berbasis bukti untuk perawatan kesehatan," kata Sawan Malik dalam keterangan pers, Senin (18/11/2019).
Sawan mendukung Pemerintah Indonesia dalam upaya mencapai tujuan kesehatan nasional dan memahami bahwa hal ini akan membutuhkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan, termasuk para donor, organisasi nirlaba, sektor swasta, dan publik,” katanya.
Saat ini cakupan Kesehatan Semesta (UHC) tetap menjadi tantangan bagi banyak negara di seluruh dunia.
Saat ini, setengah dari populasi dunia bahkan tidak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan dasar.
Pencapaian atas UHC juga merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yang menunjukkan kesehatan dan kesejahteraan yang baik.
Baca: Kemenkes Desak BPJS Kesehatan Tunda Pelaksanaan Tiga Perdirjampelkes
Di Indonesia, biaya untuk mencapai UHC meningkat secara bertahap seiring berjalannya waktu yang tentunya akan menjadi beban bagi anggaran pemerintah di masa mendatang.
Menjangkau semua pihak di sektor informal untuk bergabung dengan JKN (untuk UHC) melalui pemberian subsidi secara penuh atas premi akan sangat mahal bagi anggaran pemerintah, dan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular maupun kronis akan menantang kemampuan pemerintah untuk menyediakan semua layanan kesehatan bagi setiap orang.
Perlu dicatat bahwa dalam beberapa pertemuan dan dengar pendapat dengan pemerintah, Komisi IX DPR-RI telah menyerukan opsi untuk mengatasi defisit yang membengkak dari Cakupan Kesehatan Semesta (UHC) di Indonesia, termasuk merekomendasikan pemerintah untuk mempertimbangkan dan menilai penggunaan model pembiayaan inovatif.
Hal ini sejalan dengan upaya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam mencari metode pembiayaan inovatif untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals / SDGs).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS saat itu, Bambang Brodjonegoro, dalam Konferensi Tahunan SDGs pada tahun 2019 mengatakan bahwa prioritas utama adalah termasuk bagaimana membiayai SDGs, dan dengan sejumlah tujuan khusus yang berkaitan dengan pencapaian cakupan kesehatan semesta (UHC), merupakan area kunci untuk dikembangkan terkait penggunaan berbagai metode pembiayaan inovatif, termasuk partisipasi sektor swasta dan non-pemerintah.
Baca: Papua Barat Jadi Provinsi Ke-4 yang Raih Universal Health Coverage
Sektor swasta memiliki potensi untuk menjadi akselerator pembiayaan dan implementasi UHC dan SDGs yang berkelanjutan, bilamana dikoordinasikan dengan sejumlah tujuan kesehatan nasional.
Kedepannya, perhatian pemerintah pada berbagai skema pembiayaan inovatif dan pengembangan praktik-praktik terbaik juga diperlukan untuk mengutamakan keterlibatan sektor swasta dalam implementasi UHC dan SDGs.
Cakupan kesehatan semesta (UHC)³ didefinisikan sebagai jaminan bahwa semua orang memiliki akses ke layanan kesehatan yang diperlukan, mencakup layanan kesehatan preventif, kuratif dan rehabilitasi, dengan kualitas yang cukup untuk menjadi efektif.
Sekaligus memastikan bahwa orang tidak mengalami kesulitan keuangan ketika membayar untuk layanan ini.
Cakupan kesehatan semesta (UHC) telah menjadi tujuan utama reformasi kesehatan di seluruh dunia dan merupakan tujuan utama WHO..
Program jaminan kesehatan di Indonesia merupakan program utama pemerintah yang mendorong kemajuan menuju cakupan kesehatan semesta (UHC).
Program jaminan kesehatan di Indonesia yang dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan pada Januari 2014 dan dikelola oleh BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial – Kesehatan). Dengan 222 juta orang peserta JKN-KIS, program ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia.