Ahok Masuk BUMN, Peneliti Politik Sebut Proses Ini Ada Unsur Politik bukan Profesional
Adi Prayitno mengatakan penunjukkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi petinggi BUMN merupakan sebuah proses politik.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti politik Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan penunjukkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi petinggi BUMN merupakan proses politik.
Hal tersebut diungkapkan Adi Prayitno dalam acara Aiman yang videonya diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (20/11/2019).
Menurut Adi Prayitno penunjukkan yang diwarnai dengan nuansa politik ini dikarenakan Ahok merupakan mantan gubernur DKI Jakarta yang diusung oleh partai politik.
Adi Prayitno juga menjelaskan Ahok masih menjadi kader dari sebuah partai politik, yaitu PDI Perjuangan.
Bahkan ia mengatakan Ahok tidak pernah terlihat profesionalnya.
"Lebih kentara proses politiknya dibanding proses profesionalnya. Satu, Ahok adalah mantan gubernur yang diusung oleh partai politik," terang Adi Prayitno.
"Yang ke dua saat ini Ahok belum mengundurkan diri dari partai politik tertentu, PDIP misalnya."
"Itu artinya lebih kentara warna partai politiknya ketimbang profesional. Bahkan kita tidak pernah melihat Ahok itu punya warna profesional."
Adi Prayitno mengatakan Indonesia merupakan negara yang sudah dikuasai oleh sebuah partai politik.
Hal tersebut berarti hampir semua jabatan strategis dipengaruhi oleh suatu partai politik.
Adi Prayitno memberikan contoh, untuk menjadi anggota KPU, harus dari Komisi II DPR RI yang lingkup tugasnya di bidang dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.
"Negara ini adalah suatu negara yang dikuasai oleh rezim partai politik. Artinya hampir semua jabatan-jabatan strategis di negara ini itu dipengaruhi, diintervensi oleh partai politik," jelas Adi Prayitno.
"Baik secara langsung maupun tidak langsung. Itu penting untuk dilihat secara umum. Misalnya mau jadi anggota KPU aja harus Komisi II. Itu sudah masuk ranah politik," tambahnya.
Kemudian Adi Prayitno juga menjelaskan dalam menjadi posisi komisaris di sebuah perusahaan tidak ada orang yang secara murni merupakan profesional.
Karena terdapat beberapa posisi direksi utama dalam BUMN yang berasal dari titipan sebuah partai politik.
Apalagi sosok Ahok saat ini merupakan kader dari satu partai yang kemudian menjadi petinggi BUMN nantinya.
Meski demikian, menurut Adi Prayitno tidak ada yang salah mengenai keputusan tersebut.
Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kinerja Ahok ketika sudah menjabat sebagai petinggi sebuah BUMN.
"Bahkan komisaris sekalipun, nyaris tidak ada orang yang menempatkan orang yang betul-betul profesional murni yang tanpa restu dan keinginan dari partai politik," ucap Adi Prayitno.
"Kita ingat begitu banyak direksi, dirut yang ada selama ini di BUMN adalah orang yang selama ini dititipkan oleh partai politik."
"Jadi apalagi ini Ahok. Jelas dia adalah salah satu partai kemudian menjadi dirut misalnya dalam BUMN. Sebenarnya tidak ada yang salah, yang penting nanti kinerjanya seperti apa."
Isu mengenai Ahok yang akan menjadi petinggi BUMN menyeruak setelah kedatangan Ahok ke kantor Kementerian BUMN untuk bertemu dengan Erick Thohir, Rabu (13/11/2019).
Erick Thohir menilai, BUMN di Indonesia membutuhkan sosok seperti Ahok.
Ahok diharapkan mampu memajukan perusahaan yang dikelolanya.
Meski belum menyebutkan nama BUMN yang akan dikelola Ahok, Erick Thohir memberikan tanda jika nantinya Ahok akan ditempatkan di BUMN yang berkaitan dengan energi.
Erick Thohir juga menjelaskan pertimbangannya menunjuk Ahok menjadi calon petinggi BUMN.
Ia berpendapat, Ahok merupakan tokoh yang konsisten.
Selain itu Erick Thohir juga mengatakan rekam jejak Ahok jelas dan bisa membangun.
"Saya rasa beliau juga tokoh yang konsisten, yang sudah jelas track recordnya, bisa terus membangun," ungkap Erick Thohir.
Menurut penuturan Erick Thohir, keputusan penempatan Ahok akan disampaikan pada awal Desember 2019 mendatang. (*)
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)