Indria: KKR dan Pengadilan HAM Harus Berjalan Beriringan
Indria Fernida menilai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan pengadilan HAM Ad Hoc harus berjalan beriringan dan tidak bisa dipisahkan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Program Regional Asia Justice and Rights (AJAR) Indria Fernida menilai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan pengadilan HAM Ad Hoc harus berjalan beriringan dan tidak bisa dipisahkan.
Menurutnya, negara punya tanggung jawab untuk memenuhi hak para korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurutnya, dalam soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah harus melibatkan dan bersandar pada pikiran para korban dan keluarga korban.
Hal itu diungkapkannya untuk menanggapi wacana akan dihidupkannya kembali KKR.
"Jadi pemerintah tidak bisa bilang oh ini korban maunya cuma KKR, kemudian yang usul Pengadilan HAM tidak usah. Atau sebaliknya kan, ada korban yang mau pengadilan, KKR tidak usah saja. Itu enggak bisa. Negara punya tanggung jawab untuk memenuhi hak masyarakat termasuk hak korban pelanggaran ham berat. Itu seharusnya dua mekanisme yang berjalan beriringan. Jadi korban itu harus diposisikan sebagai sumber perhatiannya, dan harus paritispatif," kata Indria saat diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat pada Jumat (22/11/2019).
Ia pun mengatakan bahwa para korban atau keluarga korban punya tingkat kepuasannya masing-masing terkait rasa keadilan yang merupakan hak mereka sebagai warga negara.
Meski begitu, pemerintah wajib mengadopsi keinginan korban yang berbeda-beda tersebut.
"Tapi sekali lagi apapun keinginan korban, apapun bentuk mekanisme yang diinginkan korban harus diadopsi oleh pemerintah," kata Indria.