Maqdir: Pernyataan KPK Berlebihan dan Tidak Berdasar Hukum
Apalagi, sambung Maqdir, menurut putusan MA, pemberian SKL oleh BPPN kepada SN dianggap bukan merupakan perbuatan pidana.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum senior Dr Maqdir Ismail menilai permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kapolri dan Interpol untuk menangkap Syamsul Nursalim (SN) dan Itjih Nursalim (IN) merupakan tindakan berlebihan.
“Kalau hal itu dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum, yang justru dilakukan atas nama penegakan hukum,” kata Maqdir Ismail di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Maqdir meminta agar KPK menghormati putusan Mahkamah Agung dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) yang secara tegas menyatakan bahwa dia tidak melakukan perbuatan pidana korupsi.
SAT juga tidak terbukti merugikan keuangan Negara sebab apa yang dilakukan dalam masa jabatannya sebagai Kepala BPPN hanya menjalankan kewajibannya dan melaksanakan perintah jabatan.
“Oleh karena dalam perkara SAT yang didakwa bersama-sama dengan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim tidak terbukti melakukan perbuatan pidana, maka secara mutatis mutandis Sjamsul Nursalim dan Ibu Itjih Nursalim juga tidak melakukan perbuatan pidana korupsi,” katanya.
Apalagi, sambung Maqdir, menurut putusan MA, pemberian SKL oleh BPPN kepada SN dianggap bukan merupakan perbuatan pidana. “Maka pihak penerima SKL tidak dikatakan telah melakukan perbuatan pidana. Oleh karena itu jika KPK menganggap ada perbuatan pidana yang dilakukan oleh Penerima SKL, tentu pendapat tersebut adalah pendapat yang keliru.”
Lebih jauh Maqdir menegaskan, haruslah difahami bahwa dalam Putusan MA itu jelas betul, pada hal 107-108 dinyatakan, “Bahwa LHP BPK Nomor 12/LHP/XXI/ tanggal 25 Agustus 2017 tidak sesuai dengan Standar Pemeriksaan Audit yang diatur dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Yaitu, tidak dilakukan uji kelayakan atas bukti dokumen pendukung dalam LHP BPK tahun 2017 dengan dokumen atau informasi yang pernah diterima oleh Auditor BPK pada Tahun 2002 dan 2006 sebelumnya.”
Hal ini, tegas Maqdir, menunjukkan kerugian yang didalilkan Jaksa Penuntut Umum KPK bersifat in dubio pro reo, bahwa dalam hal timbul keraguan atau ketidakjelasan dalam menentukan suatu kejadian maka harus diputus dengan menguntungkan Terdakwa.
Artinya, dalam perkara SAT ini tidak ada kerugian keuangan negara. Ketika tidak ada kerugian keuangan negara, maka tidak satu orang pun dapat dijadikan sebagai tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor, sebagaimana dipersangkakan kepada SN dan IN, karena unsur pokok dari pasal ini adalah kerugian keuangan negara.
Maqdir menegaskan, sebaiknya pimpinan KPK yang hampir habis masa jabatannya itu tidak membuat pernyataan dan keputusan yang tidak perlu. “Mereka tidak sepatutnya meninggalkan pekerjaan yang tidak didasarkan atas hukum kepada pimpinan KPK yang akan datang.”
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.