Pengamat Hukum: Masa Jabatan Presiden Dua Periode Masih Relevan
Pakar Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid, mengatakan masa jabatan presiden-wakil presiden selama dua periode
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid, mengatakan masa jabatan presiden-wakil presiden selama dua periode, masing-masing periode berlangsung selama lima tahun, masih relevan untuk diterapkan.
“Mengenai masa jabatan presiden, konsep pembatasan yang diatur norma Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hasil amandemen pertama masih sangat relevan, serta sejalan dengan konsep negara demokrasi konstitusional,” kata dia, saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (24/11/2019).
Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen pertama menyebutkan, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Lalu, secara operatif Pasal 7 UUD 1945 itu diturunkan secara lebih teknis diketentuan Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 169 huruf N UU Pemilu menyebutkan, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden adalah: belum pernah menjabat sebagai presid.en atau wakil presiden: selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
“Jika, kita membaca secara hati-hati “Memorie van Teoelichting” sebagaimana terdapat dalam naskah komprehensif perubahan UUD 1945, sangat jelas adanya kesadaran dan spirit pembatasan kekuasaan presiden dan masa jabatan presiden hanya untuk dua kali,” kata dia.
Sejak, pemilu secara langsung mulai diterapkan di Indonesia pada 2004, kata dia, praktek pengisian dan masa jabatan presiden secara teratur dengan prinsip “fixed term” berlangsung hingga saat ini.
Dia menjelaskan, pranata pembatasan kekuasaan presiden secara filosofis tidak terlepas dari konsekwensi penerapan sistem pemerintahan presidensial, yang mana secara hukum tata negara bahwa kedudukan dan eksistensi presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan tentunya memiliki kekuasaan yang sangat besar,
Sehingga, dia menambahkan, kekuasaan secara doktrinal harus mutlak dibatasi konstitusi, dan hal ini telah diterima secara universal sebagai sebuah konsep yang rasional dan relevan untuk sebuah negara demokrasi.
“Kekuasaan kepala negara dibatasi UUD meliputi isi, substansi, dan pembatasan kekuasaan yang berkaitan dengan waktu dijalankan kekuasaan. Jangan mundur dari kemajuan serta kematangan demokrasi serta konstitusionalisme yang terbangun baik, sistem dua periode baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut dalam periode masa jabatan presiden sebagaimana diatur konstitusi telah sangat konstruktif, sehingga jangan dirusak,” tambahnya.