Perludem: Kemunduran Demokrasi Dimulai Saat Genit Utak Atik Masa Jabatan Presiden
Belajar dari banyak pengalaman negara-negara Amerika Latin dan Afrika, lanjut dia, kemunduran demokrasi dimulai saat mereka genit mengutak atik masa
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan pembatasan masa jabatan presiden dua periode untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan lahirnya kekuasaan yang otoritarian.
Demikian Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menegaskan kepada Tribunnews.com, Senin (25/11/2019).
"Pembatasan masa jabatan adalah instrumen yang digunakan oleh negara dengah sistem pemerintahan presidensial atau semi presidensial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan lahirnya kekuasaan yang otoritarian," ujar Titi Anggraini.
Baca: Terkait Penambahan Masa Jabatan Presiden, Perludem Sebut Indonesia Krisis Figur
Belajar dari banyak pengalaman negara-negara Amerika Latin dan Afrika, lanjut dia, kemunduran demokrasi dimulai saat mereka genit mengutak atik masa jabatan presiden.
"Kemunduran demokrasi dimulai saat mereka genit mengutak atik masa jabatan presiden," tegasnya.
Alasannya sama, figur yang berkuasa adalah orang baik dan diperlukan keberlanjutannya dalam membangun negara.
Akhirnya terjadi distorsi atas fungsi check and balances, dominasi figur dengan sentralisasi kekuasaan serta pelemahan penegakan hukum dan gerakan antikorupsi.
"Venezuela contohnya. Dari semula negara demokrasi, saat ini menjadi negara yang karut marut dan sangat jauh dari demokratis," jelasnya.
Baca: Refli Harun: Masa Jabatan Presiden Perlu Dievaluasi
Untuk itu ia menegaskan, sekali saja membuka ruang perpanjangan masa jabatan presiden, maka para elit tidak akan berhenti sampai di sana.
Argumen yang sama pasti akan digunakan untuk makin mengokohkan dominasi kekuasaan.
Ujung-ujungnya bukan tidak mungkin malah jadinya masa jabatan menjadi seumur hidup.
Baca: Parpol Kompak Tolak Usulan Presiden 3 Periode, Yunarto Wijaya: Jokowi Harus Bersuara Keras Soal ini
"Ini jelas peringatan keras bagi kita untuk tidak membiarkan demokrasi berada dalam ancaman," tegasnya.