Potret Kehidupan Guru Prasejahtera di Desa #SahabatGuruIndonesia
Bertepatan dengan Hari Guru Nasional 25 November, Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah meluncurkan program “Sahabat Guru Indonesia”
Editor: Content Writer
Potret lainnya hadir dari MI Malnu Cikarang, Desa Pasirlancar, Kecamatan Sindangresmi, Pandeglang. Para guru umumnya berpenghasilan Rp 400 ribu per bulan. Penghasilan mereka pun diterima setiap enam bulan sekali.
Baca: Level Indeks Standar Pencemaran Udara Kini Berada di Level Berbahaya #BantuMerekaBernapas
Sajad Setiadi (50) selaku Kepala sekolah sekaligus guru MI Malnu Cikarang menjelaskan, di sekolahnya ada tujuh orang tenaga pengajar.
Mereka semua merupakan warga sekitar sekolah. “Guru-guru di sini digaji 400 ribu rupiah, tapi harus per enam bulan karena biaya operasional sekolah baru cair di waktu itu,” jelas Sajad.
Semua guru yang mengajar di MI Malnu Cikarang merupakan perempuan. “Guru di sini perempuan semua, jadi sang suami yang bekerja utama di tempat lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” tambah Sajad.
Baca: Melihat Proses Pembibitan Hewan Qurban Global Qurban ACT Hingga Penyembelihan dan Pengepakan
Sementara itu, sejak tahun 2015, empat ruang sekolah mengalami kerusakan. Gempa-gempa kecil yang sering terjadi dan angin puting beliung pada tahun itu menghancurkan ruang kelas. Tiang utama penyangga atap roboh dan merambat ke ruang lain yang bersebelahan.
Akibatnya, saat ini hanya dua ruang kelas yang hanya dapat digunakan, bahkan salah satu kelas kondisinya cukup memprihatinkan. Lantai telah banyak yang pecah dan berganti tanah, sedangkan meja dan bangkunya juga terbatas.
Tiap harinya, kegiatan belajar kelas 1, 2 dan 3 digabung dalam satu ruangan. Pun dengan kelas 4, 5, dan 6 menggunakan satu ruang lain. Baris duduk jadi pemisah antarkelas. Tiga guru wali kelas pun tiap harinya mengajar dalam satu ruangan. Keterbatasan dana menjadi alasan tak kunjung direnovasinya ruang kelas MI Malnu Cikarang.
Baca: Anak Zul Firmansyah Wake Up Daddy, Allah Bersama Kita
Dana BOS tak sanggup menutupi mahalnya biaya pembangunan, bahkan untuk gaji guru pun masih dirasa kurang di tengah meningkatnya harga kebutuhan pokok. Sajad menyebut, biaya angkut material ke desanya cukup mahal karena medan jalan berbatu dan jauh dari pusat kota.
Kini, Sajad dan guru-gurunya hanya berharap dapat memperbaiki bangunan sekolah. Mereka ingin memberikan fasilitas pendidikan terbaik bagi siswa-siswinya. Murid di sekolah ini pun tak dipungut biaya pendidikan.
Mereka belajar secara gratis. “Saya hanya ingin pendidikan anak-anak di desa saya terjamin,” harap Sajad.
Baca: Bencana Tsunami di Banten, ACT Sebut Korban Meninggal 126, 624 Lainnya Alami Luka-luka
ACT mengajak para dermawan memuliakan para guru Indonesia melalui gerakan “Sahabat Guru Indonesia”. Para dermawan dapat berdonasi untuk para penyampai ilmu hingga pelosok-pelosok Indonesia.
Mari, tunjukkan kepedulianmu dengan berdonasi melalui indonesiadermawan.id/SahabatGuruIndonesia. #IndonesiaDermawan #HariGuruNasional #SahabatGuruIndonesia. (*)